Contoh Makalah Manajement Pendidikan
Kamis, 13 November 2014
Rabu, 12 November 2014
Minggu, 02 November 2014
Contoh Makalah Manajemen
Manajement Pendidikan
STAIS DHARMA KUSUMA
Mata Kuliah : Manajement
Pendidikan
Dosen : Dr. Sarwo Edy, S.Ag.,
MM
Oleh : Amelina Rabbani Azra
Jl. KH. Hasyim Asy’ari No 1 /
1 Segeran Kidul Kec. Juntinyuat
Kab. Indramayu 45282
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Tujuan utama penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen Pendidikan, yaitu
pembuatan makalah mengenai Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Islam, Prinsip –
Prinsip Dasar Manajemen Pendidikan Islam, Fungsi – Fungsi Manajemen Pendidikan
Islam, Total Quality Manajemen, Manajemen Berbasis Sekolah / Madrasah, da
Sistem Informasi Manajemen Berbasis Sekolah.
Meskipun penulis telah berusaha dengan
segenap kemampuan, saya menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang diberikan akan saya sambut
dengan kelapangan hati guna perbaikan pada masa yang akan datang.
Akhir
kata, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para
pembacanya.
19 Oktober 2014
Penulis
Dunia Islam pada saat ini tengah menghadapi
berbagai gejolak kehidupan umat sebagai buah perkembangan pemikiran umat yang
semakin dinamis dan kritis disertai arus globalisasi yang semakin merajalela
yang dominan mempengaruhi pola pikir umat. Isu-isu miring terkait perilaku umat
Islam semisal isu terorisme, secara tidak langsung telah turut serta memberikan
perspektif buram terhadap eksistensi umat Islam. Gejolak politik yang selalu
diikuti kerusuhan di beberapa negara Timur Tengah yang identik sebagai pusat
umat Islam di dunia juga tak kalah telah memberikan warna buram lain terhadap
umat Islam di dunia. Tentu hal ini harus disikapi secara arif oleh setiap umat
Islam yang peduli dengan keberadaan umat Islam di dunia saat ini. Misi rahmatan
lil’alamin sebagai patokan eksistensi keberislaman tentu tetap harus menjadi
indikator utama dalam
mengimplementasikan pemahaman keberislaman
tersebut.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan
jumlah umat Islam terbesar di dunia tentu tidak lepas dari pencitraan umat
Islam itu sendiri, sebab bagaimanapun perilaku umat Islam di Indonesia juga
menjadi salah satu fokus perhatian masyarakat dunia. Pasca kejatuhan orde baru
yang melahirkan orde reformasi, umat Islam di Indonesia dituntut untuk dapat
berkiprah dalam melakukan perubahan
terhadap kondisi bangsa Indonesia yang
sedang terpuruk. Pemahaman secara benar tentang arti reformasi
patut dicermati secara bijak agar tidak melahirkan kebebasan berdemokrasi yang
kebablasan yang justru mencederai norma-norma demokrasi itu sendiri.
Gerakan reformasi yang telah berlangsung
selama lebih dari 12 tahun di Indonesia secara umum menyangkut tuntutan
diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara, termasuk didalamnya tuntutan pembaharuan dalam bidang pendidikan.
Pembaharuan dalam bidang pendidikan merupakan langkah strategis untuk mengobati
krisis multi dimensi yang kini tengah melanda perikehidupan bangsa, sebab
pendidikan diyakini merupakan wahana ampuh dan obat yang mujarab untuk membawa
bangsa dan negara Indonesia terlepas dari krisis multi dimensi yang
berkepanjangan dan menjadi negara maju dan terpandang dalam pergaulan
bangsa-bangsa dan dunia internasional.
Keyakinan akan hal tersebut senada dengan
apa yang dilontarkan Malik Fajar dalam tulisannya yang dimuat dalam Mimbar
Pendidikan (2001 : 41) yang menyatakan : Keyakinan bahwa pendidikan merupakan
wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam
pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional, boleh dikatakan tidak ada
keraguan lagi. Sampai-sampai John Nasbit dan Particia Aburdence, melalui
“Megatrend 2000”, mengatakan : Tepi “Asia Pasifik” telah memperlihatkan, negara
miskin pun bangkit, tanpa sumber daya alam melimpah asalkan negara melakukan
investasinya yang cukup dalam hal sumber daya manusia.
Oleh karena itu, katanya lebih lanjut :
“terobosan yang paling menggairahkan dari abad ke-21 bukan karena teknologi,
melainkan karena konsep yang luas tentang apa artinya manusia itu”. Maka,
mendiskusikan “pendidikan sebagai praksis pembangunan bangsa”, meskipun terasa
“klise” namun tetap menarik dan penuh makna. Lebih-lebih di tengah-tengah
suasana krisis multi dimensi yang
berkepanjangan melanda bangsa dan negara,
dimana peran pendidikan ikut dipertanyakan, bahkan “digugat”.
Bagaimanapun, krisis multi dimensi yang
tengah melanda bangsa Indonesia ini sebagaimana dikatakan Tilaar (2000 : v)
telah membawa hikmah, yaitu kita belajar dari kekeliruan-kekeliruan masa lalu.
Salah satu hikmah yang kita peroleh dari masa krisis adalah munculnya kesadaran
tentang betapa pentingnya arti pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa.
Selanjutnya Tilaar (2000 : 1) juga
mengungkapkan bahwa di dalam masa krisis dewasa ini ada dua hal yang menonjol
berkaitan dengan pendidikan, yaitu : pertama bahwa pendidikan tidak terlepas
dari keseluruhan hidup manusia di dalam segala aspeknya yaitu politik, ekonomi,
hukum, dan kebudayaan ; dan kedua bahwa krisis yang dialami oleh bangsa
Indonesia dewasa ini merupakan pula refleksi dari krisis pendidikan nasional.
Diakui atau tidak, salah satu faktor yang
dianggap oleh sebagian pihak sebagai penyebab keterpurukan bangsa ini adalah
karena krisis mental, moralitas, dan etika yang melanda bangsa
ini. Dan ketika kita berbicara tentang mental, moralitas dan etika, maka kita
tidak bisa melepaskan diri dari pendidikan, sebab pendidikan sebagai salah satu
elemen pembangunan bangsa, adalah yang secara langsung berkaitan dengan
pembangunan mental, moralitas dan etika masyarakat (peserta didik). Hasil
pendidikan mencerminkan keadaan pribadi dan masyarakat. Jika kini kita mengeluh
tentang kualitas dan perilaku peserta didik atau masyarakat kita, maka tentulah
ada yang salah dalam pendidikan kita, baik kesalahan tersebut kita lemparkan
pada kecanggihan iptek atau revolusi informasi dan semacamnya, maupun karena
kegagalan kita dalam mendidik atau bahkan memahami apa yang kita maksud dengan
pendidikan. Demikian disampaikan Quraish Shihab dalam salah
satu tulisannya yang dimuat Mimbar
Pendidikan bertajuk “Pendidikan Agama, Etika dan Moral” (2001 : 19).
Munculnya kesadaran tentang arti pentingnya
pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di
masa yang akan datang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh
lapisan masyarakat dan juga pemerintah bagi terciptanya perbaikan,
perkembangan, dan kemajuan dunia pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Diantara bukti nyata akan hal tersebut adalah dengan
lahirnya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang
pengembangan pendidikan di Indonesia, diantaranya dengan lahirnya Undnag-Undang
No. 20 tahun 2003 tentang sisitem pendidikan nasional dan Undang-Undang No. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Lahirnya peraturan perundang-undangan yang
secara konsen mengatur tentang pendidikan tidak serta merta merubah kondisi
pendidikan di Indonesia menjadi lebih maju. Faktanya masih banyak kendala yang
harus dihadapi, salah satunya adalah kelemahan moralitas dari pelaku manajerial
pendidikan. Diakui atau tidak, perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme pasca
runtuhnya orde baru tidak turut runtuh, namun malahan cenderung semakin
menyebar pada berbagai instansi, termasuk instansi pendidikan. Anggaran besar
yang disediakan pemerintah tentu menjadi suatu kesia-siaan jika dalam
prakteknya tidak mencapai sasaran dan banyak dikorupsi oleh berbagai elemen
yang terkait dalam manajemen pendidikan itusendiri.
Beberapa kenyataan tersebut diatas tentu
menjadi suatu pertanyaan besar bagi kita kenapa para manajer yang tidak sedikit
diantaranya beragama Islam dan berpendidikan yang notabene mengetahui dan
memahami akhlak mulia, moral, dan kesusilaan, justru terjerumus ke dalam lembah
hitam yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan essensi kepemimpinan sebagai
suatu amanah.
Tentu saja walaupun ini bukan menjadi
gambaran secara umum dari kondisi para manajer pendidikan kita, tapi dari
beberapa kasus tertentu inilah kita harus banyak mengambil pelajaran berharga.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka pada
dasarnya seorang manajer pendidikan dituntut memiliki prinsip yang kokoh dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Sekolah sebagai institusi terdepan
dalam melaksanakan proses pembelajaran haruslah dipimpin oleh seorang pemimpin
yang memiliki prinsip yang kokoh agar tidak mudah tergoda oleh peluang-peluang
kecurangan dan pengkhianatan yang pasti akan muncul ketika akan merealisasikan
sebuah program,
apalagi jika program itu berkaitan dengan
sejumlah anggaran yang besar. Oleh karena itu, disinilah pentingnya bagi para
manajer pendidikan memahami prinsip - prinsip manajemen pendidikan Islam untuk
diterapkan dalam konteks persekolahan.
Dalam pandangan ajaran
Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur.
Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan
secara asal-asalan (Didin dan Hendri, 2003:1). Mulai dari urusan terkecil
seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan terbesar seperti
mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat
dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa
diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai
jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada
jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah
(MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi
terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai
bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan
Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman
Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur
Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu
pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya
gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap
melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan
hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di
sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang
tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun
rapi”.
Makalah sederhana ini akan membahas tentang
pengertian dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam, sebagai pengantar
diskusi pekuliahan Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam di Universitas Ibnu
Khaldul Bogor.
Dalam melaksanakan tugasnya menurut Isjoni
(2009:1) Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi
sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka
guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, dan tentunya tidak lain berkaitan
dengan kinerja dan totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdiannya. Sorotan
tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru didalam pelaksanaan proses
pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun
sorotan itu lebih mengarah kepada sisi- sisi kelemahan guru, hal itu tidak
sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada sistem yang berlaku, baik
disengaja ataupun tidak, akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi. Dari keterangan
tersebut dapat difahami bahwa ketidakmampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaranmenjadi masalah yang akan selalu diperhatikan. Baik atau tidaknya
pelaksanaan pembelajaran yang bisa dilakukan oleh guru atau disebut dengan
kinerja guru menentukan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Posisi guru yang
sangat menentukan pembelajaran akan selalu menjadi perhatian semua orang.
Selanjutnya Isjoni (2009:1) menjelaskan Bila kita amati di lapangan, bahwa guru
sudah menunjukan kinerja maksimal di 61 ISSN 1412-565X dalam menjalan tugas dan
fungsinya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Akan tetapi barangkali masih
ada sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, tentunya secara akan berkontribusi
terhadap kinerja guru secara makro. Pada umumnya guru telah melakukan dan
berusaha untuk melakukan pembelajaran yang baik, tetapi kondisi guru yang tidak
semuanya bisa melaksanakan pembelajaran baik menjadikan kinerja umum guru masih
tampak kurang baik. Seorang kepala sekolah sebagai manajerial dituntut mampu
memiliki kesiapan dalam mengelola sekolah. Kesiapan yang dimaksud adalah
berkenaan dengan kemampuan manajerial kepala sekolah sebagai seorang pimpinan. Kemampuan
manajerial yang dimaksudkan di sini adalah berkenaan dengan kemampuannya dalam
membuat perencanaan (planning), mengorganisasikan (organizing), pelaksanaan
(actuating), dan pengawasan (controlling).
Dengan kemampuan semacam itu, diharapkan
setiap pimpinan mampu menjadi pendorong dan penegak disiplin bagi para
karyawannya agar mereka mampu menunjukkan produktivitas kerjanya dengan baik.
Berangkat dari konsep Hersey (dalam Sumidjo, 2002: 99) yang menyatakan dalam
rangka pelaksanaan tugas-tugas manajerial diperlukan tiga macam bidang
keterampilan, yaitu: technical, human dan conceptual. Dengan memiliki ketiga
keterampilan dasar tersebut di atas, kepala sekolah dapat melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sesuai dengan ketentuan, sehingga dapat mencapai tujuan
pendidikan yang bermutu. Maka dari itu kemampuan manajerial kepala sekolah
ditandai oleh kemampuan untuk mengambil keputusan (decision making) dan
tindakan secara tepat, akurat dan relevan. Ketiga kemampuan manajerial kepala
sekolah tersebut ditandai dengan kemampuan dalam merumuskan program kerja,
meng-koordinasikan pelaksanaan program kerja, baik dengan dewan guru maupun
dengan yang lainnya yang terkait dalam pendidikan suatu kemampuan dalam
melakukan evaluasi terhadap program kerja sekolah yang telah dilaksanakan.
Menurut Anwar dan Amir (2002) menyatakan
bahwa : Kepala sekolah sebagai salah satu kategori administrator pendidikan
perlu melengkapi wawasan kepemimpinan pendidikannya dengan pengetahuan dan
sikap yang antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat, termasuk perkembangan kebijakan makropendidikan.
Hal yang paling aktual saat ini yang
merupakan wujud dari perubahan dan perkembangan adalah makin tingginya aspirasi
masyarakat terhadap pendidikan, dan gencarnya tuntutan kebijakan pendidikan
yang meliputi peningkatan aspek-aspek pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi
dan relevansi. Sehubungan dengan aspek-aspek pemerataan kesempatan, mutu,
efisiensi dan relevansi tersebut, penguasaan teknologi informasi (TI) dalam bidang
pengelolaan administrasi mutlak diperlukan dalam manajemen sekolah. Pengolahan
administrasi yang dilakukan secara manual banyak sekali kelemahan antara lain
menyita waktu dan lambat dalam prosess penyampaianya, maka seiring dengan
kemajuan teknologi terutama tekhnologi informasi dimana internet tercakup di
dalamnya diterapkan sangat perlu dan mendesak untuk merubah pengelolaan data
secara manual ke arah pengelolaan digital.
1.
Pengertian Manajemen
Pendidikan Islam
Kata “Manajemen” saat ini sudah banyak
dikenal di Indonesia, baik di lingkungan swasta, perusahaan, maupun pendidikan.
Demikian pula seminar tentang manajemen telah muncul dimana-mana bak jamur
dimusim hujan. Berdasarkan kenyataan-kenyataan ini menunjukkan manajemen telah
diterima dan dibutuhkan kehadirannya di masyarakat.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari
bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang
berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam
kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372)
management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa
pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir
(pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur)
yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ
فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke
bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah
seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah
diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan
alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini.
Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai
khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya
sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah
proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara
efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).
Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5)
mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh
suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian
manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah
proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama
dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan
produktip. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi
nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan
manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah
proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga
pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan
tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien,
dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun
di akhirat.
Banyak penulis yang telah berusaha untuk
memberikan definisi atau batasan tentang pengertian manajemen. Berikut ini
beberapa defenisi tentang manajemen sebagai berikut:
1. Sukanto
Reksohadipprodjo, “Manajemen adalah suatu usaha,
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkordinir serta mengawasi kegiatan
dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan
efektif.
2.
Marry
Papker Follett, “Manajemen sebagai seni untuk mendapatkan
sesuatu melalui sikap dan keterampilan
tertentu.
3.
James
A.F. Stoner mengemukakan bahwa manajemen adalah proses untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4.
Manajemen
sebagai ilmu dan seni mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan
sumber daya lainnya secara efisien, efektif dan produktif dalam mencapai suatu
tujuan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut,
maka manajemen dapat diartikan sebagai suatu proses dengan menggunakan
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun Pendidikan dapat diartikan secara
sempit, dan dapat pula diartikan secara luas. Secara sempit pendidikan dapat
diartikan: “bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia
dewasa. Sedangkan penidikan dalam arti luas
adalah segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan pengembangan
manusia, yaitu upaya mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai bagi anak didik.,
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian
kepribadian anak yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu
hidup dan berguna bagi masyarakat.
Pengertian pendidikan tersebut di atas masih
bersifat umum. Adapun pendidikan Islam dapat diartikan sebagai bimbingan
terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah
mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran
Islam.
Istilah membimbing, mengarahkan dan mengasuh
serta mengajarkan dan melatih, mengandung pengertian usaha mempengaruhi jiwa
anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang
ditetapkan, yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran,
sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran
Islam.
Pendidikan Islam juga berarti bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.
Menurut Muhaimin, ia mengemukakan pengertian
Pendidikan Islam dalam dua aspek, pertama pendidikan Islam merupakan
aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat
untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Kedua, pendidikan
Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati
atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai
Islam.
Pengertian manajemen dan pendidikan Islam
telah tersebut diatas. Sedangkan Manajemen pendidikan Islam menurut para
pakar diantaranya ialah; Sulistyorini menulis bahwa manajemen pendidikan Islam
adalah suatu proses penataan/pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang
melibatkan sumberdaya manusia muslim dan non manusia dalam menggerakkannya
untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.
Sementara itu Mujamil Qomar
mengartikan sebagai suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara
Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber balajar dan hal-hal lain yang
terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.[1][10]
Manajemen harus mengutamakan pengelolaan secara Islami, sebab disinilah yang
membedakan antara manajemen Islam dengan menejemen umum.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat di
definisikan bahwa manajemen pendidikan Islam sebagai suatu proses dengan
menggunakan berbagai sumber daya untuk melakukan bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.
2.
Dasar-Dasar Manajemen
Pendidikan Islam
Dasar manajemen pendidikan Islam secara
garis besar ada 3 (tiga) yaitu: Al-Qur’an, As-Sunnah serta perundang-undang
yang berlaku di Indonesia.
1.
Al-Qur’an
Banyak Ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa menjadi dasar
tentang manajemen pendidikan Islam. Ayat-ayat tersebut bisa dipahami setelah
diadakan penelaahan secara mendalam. Di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan dasar manajemen pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا
رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (QS.
At-Taubah: 122).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam
menegaskan tentang pentingnya manajemen, di antaranya manajemen
pendidikan, lebih khusus lagi manajemen sumber daya manusia.
3.
As-Sunnah
Rasulullah
SAW adalah juru didik dan beliau juga menjunjung tinggi terhadap pendidikan dan
memotivasi umatnya agar berkiprah dalam pendidikan dan pengajaran. Rasulullah
SAW bersabda:
Barang
siapa yang menyembunyikan ilmunya maka Allah akan mengekangnya dengan kekang
berapi ( HR. Ibnu Majah).
Berdasarkan
pada hadits di atas, Rasulullah SAW memiliki perhatian yang besar terhadap
pendidikan. Di samping itu, beliau juga punya perhatian terhadap manajemen,
antara lain dalam sabda berikut:
4.
Perundang-undangan yang
Berlaku di Indonesia
Dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan dalam Pasal
30 ayat 1 bahwa: “Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau
kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan
perundangundangan”.
Disebutkan
pula dalam Pasal 30 ayat 2 bahwa “Pendidikan keagamaan berfungsi menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama”.
5.
Tujuan Manajemen
Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan adalah manajemen yang
diterapkan dalam pengembangan pendidikan. Dalam arti ia merupakan seni dan ilmu
mengelola sumber daya pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam
secara efektif dan efisien. Bisa juga diartikan sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya pendidikan Islam
untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efesien. Manajemen
pendidikan lebih bersifat umum untuk semua aktifitas pendidikan pada umumnya,
sedangkan manajemen pendidikan lebih khusus lagi mengarah pada manajemen yang
diterapkan dalam pengembangan pendidikan Islam. Dalam arti bagaimana
menggunakan dan mengelola sumber daya pendidikan Islam secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan pengembangan, kemajuan dan kualitas proses dan
hasil pendidikan Islam itu sendiri. Sudah barang tentu aspek manager dan
leader yang Islami atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam
dan/atau yang berciri khas Islam, harus melekat pada manajemen pendidikan
Islam.
Dalam menjalankan setiap kegiatan tentunya
dibutuhkan suatu usaha yang efisien dan ekonomis karena alasan tersebut begitu
dipegang teguh dalam setiap sistem organisasi. Dengan kata lain tingkat
pemborosan atau penyalahgunaan sangatlah bertolak belakang dengan
prinsip-prinsip organisasi.
Dengan mengetahui identitasnya dan juga
kebutuhan tentang manajemen tentu akan dapat menentukan apa tujuan manajemen
itu sendiri. Mengingat manajemen sebenarnya adalah alat dari suatu organisasi,
maka adanya alat tersebut tentunya memiliki tujuan.
Lembaga pendidikan Islam bisa dikategorikan
sebagai lembaga industri mulia (nobel industri) karena mengembang misi
ganda yaitu profit sekaligus sosial. Misi profit yaitu, untuk mencapai
keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektifitas dana bisa
tercapai, sehingga pemasukan (income) lebih besar daripada biaya
operasional. Misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan
nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga
pendidikan Islam tersebut memiliki modal human-capital dan social
capital yang memadai dan juga memiliki tingkat keefektifan dan efisiensi
yang tinggi. Itulah sebabnya mengelola lembaga pendidikan Islam tidak hanya
dibutuhkan profesionalisme yang tinggi, tetapi juga misi niat suci dan mental
berlimpah, sama halnya dengan mengelola noble industry yang lain,
seperti rumah sakit, panti asuhan, yayasan sosial, lembaga riset atau kajian
dan lembaga swadaya masyarakat.
Sumber daya pendidikan Islam itu
setidak-tidaknya menyangkut peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan
(termasuk di dalamnya tenaga adminstrasi), kurikulum atau program pendidikan,
sarana/prasarana, biaya keuangan, informasi, proses belajar mengajar atau
pelaksanaan pendidikan, lingkungan, output dan outcome serta
hubungan kerjasama/kemitraan dengan stakeholder dan lain-lain, yang ada
pada lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen
pendidikan Islam adalah agar segenap sumber, peralatan ataupun sarana yang ada
dalam suatu organisasi tersebut dapat digerakkan sedemikian rupa sehingga dapat
menghindarkan sampai tingkat seminimal mungkin segenap pemborosan waktu,
tenaga, materil, dan uang guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
terlebih dahulu.
6.
Ruang Lingkup Praktik
Manajemen Pendidikan Islam
Sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh
Muhaimin, bahwa manajemen pendidikan Islam merupakan aktivitas pendidikan yang
diselenggarakan dengan hasrat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai
Islam. Dalam praktiknya di indonesia pendidikan Islam setidak-tidaknya dapat
dikelompokkan ke dalam lima jenis, yaitu:
1.
Pondok
Pesantren atau Madrasah Diniyah, yang menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional di sebut sebagai pendidikan kegamaan (Islam) formal,
seperti pondok pesantren/Madrasah Diniyah (Ula, wustha, ‘Ulya, dan Ma’had
‘Ali).
2.
PAUD/RA,
BA, TA, Madrasah da pendidika lanjutan seperti IAIN, STAIN atau Universitas
Islam Negeri yang bernaung di bawah Kementerian Agama.
3.
Pendidikan
Usia dini, RA, BA, TA, sekolah/perguruan tinggi yang diselenggaraakan di bawah
naungan yayasan dan organisasi Islam.
4.
Pelajaran
agama Islam di sekolah/ madrasah/perguruan tinggi sebagai suatu mata pelajaran
atau mata kuliah, dan atau sebagai program studi; dan
5.
Pendidikan
Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, dan/atau di forum-forum
kajian keislaman, majelis taklim, dan institusi-institusi lainnya yang sekarang
sedang digalakkan oleh masyarakat, atau pendidikan (Islam) melalui jalur pendidikan nonformal, dan
informal.
Ruang lingkup praktik manajemen pendidikan
Islam dalam definisi kedua yang dikemukakan oleh Muhaimin, yaitu sistem
pendidikan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
Dalam pengertian ini pendidikan Islam dapat juga mencakup;
1.
Pendidik/guru/dosen
kepala Madrasah/sekolah atau pimpinan perguruan Tinggi dan / atau tenaga
kependidikan lainnya yang melakukan dan mengembangkan aktivitas kependidikannya
disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
2.
Komponen-komponen
pendidikan lainnya seperti tujuan, materi/bahan ajar, alat/ media/ sumber
belajar, metode, evaluasi, lingkungan/konteks, manajemen dan lain-lain yang
disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam atau yang
bercirikhas Islam.
Dengan demikian lingkup praktik manajemen
pendidikan Islam meliputi manajemen kelembagaan dan program pendidikan Islam
serta aspek spirit Islam melekat pada setiap aktivitas pendidikan.
B. Prinsip – Prinsip Manajement Pendidian Islam dalam
konteks Persekolahan.
Pentingnya
prinsip-prinsip dasar dalam praktik manajemen antara lain:
1)
menentukan cara/metode kerja;
2)
pemilihan pekerja dan pengembangan keahliannya;
3)
pemilihan prosedur kerja;
4)
menentukan bata-batas tugas;
5)
mempersiapkan dan membuat spesifikasi tugas;
6)
melakukan pendidikan dan latihan;
7)
menetukan sistem dan besarnya imbalan.
Semua itu dimaksudkan
untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas kerja.
Dalam kaitannya dengan
prinsip dasar manajemen, Fayol mengemukakan sejumlah prinsip seperti yang
dikutip oleh Nanang Fatah, yaitu : pembagian kerja, kejelasan dalam wewenang
dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan komando, kesatuan arah, lebih
memprioritaskan kepentingan umum/organisasi daripada kepentingan pribadi,
pemberian kontra prestasi, sentralisasi, rantai skalar, tertib, pemerataan,
stabilitas dalam menjabat, inisiatif, dan semangat kelompok. Keempat belas
prinsip dasar tersebut dijadikan patokan dalam praktik manajerial dalam melakukan
manajemen yang berorientasi kepada sasaran (Management by Objectives {MBO}),
manajemen yang berorientasi orang (Managemnet by People {MBP}), manajemen yang
berorientasi kepada struktur (Management by Technique {MBT}), dan manajemen
berdasarkan informasi (Management by Information {MBI}) atas Management
Information System {MIS}.
Hendiat Soetomo dan Wasti Sumanto
mengemukakan tentang prinsip Manejemen Pendidikan Dengan menganut pola administrasi pendidikan modern yang
berprinsip pada demokrasi dengan ciri penghargaan terhadap potensi manusia,
maka prinsip manajemen pendidikan atau sekolah hendaknya:
1.
Desentralisasi sistem dan
anggota staf.
Yang
dimaksud prinsip ini adalah otoritas dan tanggungjawab serta tugas yang harus
didelegasikan dalam konteks kerangka kerja policy yang diadopsikan di sekolah.
2. Mempertinggi
penghargaan terhadap personal
Personal
yang terikat dalam unit kerja harus diperhitungkan dan dihargai oleh pimpinan
yang disesuaikan dengan otoritas, dan tanggungjawab serta tujuan dan wewenang
yang dilimpahkan kepada personal tersebut.
3. Perkembangan
dan pertumbuhan personal sekolah secara optimal
Mengembangkan
dan menumbuhkan kemampuan serta keterampilan personal secara optimal. Dengan
kata lain masing-masing personal sekolah harus bisa menampilkan potensinya
dengan semaksimal mungkin.
4. Perlibatan
personal
Setiap
personal kerja sekolah senantiasa dilibatkan dari mulai perencanaan pengorganisasian
dan pengawasan sehingga semuanya menjadi tanggungjawab bersama.
Tambahan :
Oleh : Agus Fakhruddin
Persoalan manajemen termasuk salah satu
persoalan yang sangat mendasar dalam pengembangan sebuah organisasi. Maju dan mundurnya
sebuah organisasi akan sangat ditentukan oleh baik atau buruknya manajemen yang
ada di dalamnya. Dalam konteks budaya global saat ini, dimana teori-teori dan
praktik-praktik manajemen mengalami kemajuan yang pesat membutuhkan
prinsip-prinsip dasar manajemen yang selaras dengan karakter dan ideologi
organisasi yang bersangkutan. Sekolah sebagai suatu organisasi pendidikan,
terutama sekolah-sekolah yang berada di bawah kelembagaan pendidikan Islam atau
di bawah pengelolaan orang-orang Islam dituntut untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
budaya global, termasuk perkembangan ilmu manajemen, namun juga tidak boleh
melupakan akar idelogi yang menjadi dasar keberagamaan. Oleh karena itu,
sekolah dituntut mampu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen
pendidikan Islam pada organisasi yang dikelolanya agar organisasi yang
dikelolanya itu tidak tergerus kepada praktek-praktek manajerial yang terkadang
terlalu fokus dengan kepentingan keduniawian dengan melupakan nilai-nilai
Ilahiyah. Beberapa diantara prinsip-prinsip manajemen pendidikan Islam tersebut
adalah ikhlas, jujur, amanah, adil, dan tanggung jawab.
LIMA PRINSIP DASAR MANAJEMEN ISLAM
1. Prinsip Mardhatillah, yaitu prinsip mencari
keridhaan Allah, segala sesuatu
hendaknya dimulai dengan niat karena Allah dengan mengharapkan sidhoNya.
2. Prinsip Muhshinin, yaitu prinsip pilihan
alternatif yang lebih baik, kalau diperhadapkan pada dua pilihan atau lebih
tentang kebajikan, maka pilihlah yang terbaik.
3. Prinsip as-shobru wa ginanul nafs, yaitu
prinsip sabar dan memulyakan hati, kekayaan yang hakiki adalah kemulyaan hati.
4. Prinsip Ittihad wa as-silaturahim, prinsip
persatuan dan silaturahim, mengagungkan silaturahim berarti mewujudkan akhlak
Islami.
5. Prinsip syiar al-Islam, yaitu prinsip
keteladanan dengan menunjukkan prilaku yang Islami dimanapun berada.
Manajemen adalah merupakan
bagian dari proses pemanfaatan semua sumber daya melalui orang lain, serta
bekerja sama dengannya, Proses ini dilaksanakan untuk satu tujuan
bersama dengan efektif, serta efesien juga produktif.
Manajemen yang ada sekolah atau
madrasah bisa diberi makna dari beberapa sisi sebagai berikut:
a. Manajemen pendidikan adalah sebagai kerja sama untuk mencapai tujuan
b. Manajemen Pendidikan sebagai bagian dar proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu
c. Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem
d. Manajemen pendidikan sebagai bagian dari upaya pendayagunaan sumber-sumber yang ada untuk mencapa tujuan pendidikan.
e. Manajemen Pendidikan sebagai bagian kepemimpinan manajemen.
f. Manajemen pendidikan sebagai proses untuk pengambilan keputusan
g.Manajemen pendidikan dalam pengertian yang sempit diartikan sebagai kegiatan ketatausahaan.
a. Manajemen pendidikan adalah sebagai kerja sama untuk mencapai tujuan
b. Manajemen Pendidikan sebagai bagian dar proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu
c. Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem
d. Manajemen pendidikan sebagai bagian dari upaya pendayagunaan sumber-sumber yang ada untuk mencapa tujuan pendidikan.
e. Manajemen Pendidikan sebagai bagian kepemimpinan manajemen.
f. Manajemen pendidikan sebagai proses untuk pengambilan keputusan
g.Manajemen pendidikan dalam pengertian yang sempit diartikan sebagai kegiatan ketatausahaan.
Dalam aplikasinya, peranan
manajemen sangatlah ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen.
Fungsi-fungsi inilah yang menjadi bagian inti dari manajemen itu sendiri,
fungsi –fungsi manajemen menurut ramayulis adalah sebagai berikut:
a.Perencanaan (Planing)
Perencanaan adalah langkah pertama yang harus benar-benar dilaksanakan oleh manajerjuga para pengelola pendidikan Islam, sebab sistem perencanaan yang meliputi tujuan, dan sasaran, serta target pendidikan Islam harus didasarkan pada situasi dan kondisi sumber daya yang dipunyai. DiDalam menetapkan perencanaan perlu diadakan penelitian terlebih dahulu secara seksama juga akurat. Kesalahan didalam menetukan perencanaan pada Pendidikan Islam akan berakibat sangatlah fatal bagi keberlangsungan pendidikan Islam itu sendiri. Perencanaan tersebut harus tersusun secara rafi dan sisitematis, juga rasional. Agar muncul pemahaman yang sangat mendalam terhadap perencanaan itu sendiri.
Pemahaman yang demikian bisa diambil
makna yang tersirat dari firman Allah sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah pada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al –Hasyr :18)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah pada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al –Hasyr :18)
Perencanaan pada pendidikan Islam
bukan hanya diarahkan pada kesempatan dan pencapaian kesempurnaan
dan pencapaian kebahagian di dunia semata namun lebih jauh dari itu
diarahkan pula kepada kesempurnaan ukhrawi secara berimbang.
Dalam manajemen Pendidikan Islam perencanaan
itu meliputi:
- penelitian prioritas agar supaya pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, sesuai dgn prioritas kebutuhan supaya melibatkan semua komponen yang terlibat langsung dalam proses pendidikan itu.
- Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan juga sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil dari pendidikan.
- Formulasi prosedur sebagai bagian dari tahapan-tahapan rencana tindakan
- Penyerahan tanggung jawab baik kpd individu maupun kelompok-kelompok
- penelitian prioritas agar supaya pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, sesuai dgn prioritas kebutuhan supaya melibatkan semua komponen yang terlibat langsung dalam proses pendidikan itu.
- Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan juga sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil dari pendidikan.
- Formulasi prosedur sebagai bagian dari tahapan-tahapan rencana tindakan
- Penyerahan tanggung jawab baik kpd individu maupun kelompok-kelompok
b. pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian darim sistem pendidikan
Islam merupakan implementasi dari perencanaan yang telah ditentukan
sebelumnya. Dalam pengorganisasian perlu dilihat semua kekuatan serta sumber
daya manusia maupun sumber daya non manusia. Sumber daya manusia ditentukan
dalam struktur keorganisasian, pola tata cara kerja, prosedur, dan iklim
organisasi secara transparan. Dengan demikian dalam aktifitas operasionalnya
mampu berjalan dengan teratur juga sistematis.
Sebuah organisasi
pada manajemen pendidikan Islam akan bisa berjalan dengan lancar
dan sesuai dengan tujuan apabila konsisten dengan prinsip-prinsip yang
mendesain perjalanan organisasi. Adapun prinsip
tersebut adalah:
(1) kebebasan,
(2) keadilan,
(3) musyawarah.
c. Penggerakan (actualing)
Penggerakan dalam bidang pendidikan Islam merupakan suatu upaya untuk memyuguhkan arahan serta bimbingan dan dorongan kepada seluruh SDM dari personil yang ada di dalam suatu organisasi mampu menjalankan tugasnya dengan penuh kesadaran yang tinggi.
Dalam ilmu manajemen ada beberapa
istilah yang memiliki pengertian yang sama dengan actuating. Motivating
yaitu usaha memberikan motivasi kepada seseorang supaya mau melakukan
suatau pekerjaan, directing yaitu ialah menunjuk orang lain agar
supaya mau melaksanakannya, staffing menyimpan seseorang pada sustu
pekerjaan supaya yang bersangkutan memiliki kemauan
mengerjakan perbuatan yang sudah menjadi tanggung jawabnya, leading
memberikan bimbingan juga arahan kepada seseorang sehingga orang tersebut
ingin melaksanakan pekerjaan tertentu.
Semua
pekerjaan tersebut sangat erat kaitannya dengan motivasi. Sedang
motivasi itu adalah inti daripada actuating itu sendiri . Motivasi
adalah inti kaadaan dalam diri seseorang yang bisa mendorong, serta
mengaktifkan, juga menggerakan, yang mengarahkan / menyalurkan
prilaku pada tujuan. Motivasi memiliki kaitan yang sangat
erat dengan niat. Keduanya mempunyai hubungan yang sama-sama
mempengaruhi. Niat dalam Islam memiliki dua fungsi, yaitu:
(1) mengesahkan amal
ibadah. Dan
(2)
membedakan suatu aktifitas ibadah dengan aktivitas bukan ibadah . Dengan
adanya niat aktivitas daklam ibadah muncul bukan diarahkan pada
gaji, dan harta, ataupun benda materil lainnya, akan tetapi diarahkan
kepada keridaan Allah SWT.
d. Pengawasan (controlling)
Pengawasan adalah merupakan
keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin
bahwa semua kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan
sebelumnya. Pengawasan dalam manajemen merupakan fungsi yang terakhir
dalam sistem manajemen.
Pengawasan dalam pendidikan Islam merupakan
pengawasan yang sangat komplek, pengawasan material dan pengawasan
spiritual, adanya keyakinan bahwa kehidupan ini bukanlah dimonitor oleh
seorang manajer ataupun atasan saja, namun merasa langsung
diawasi oleh Allah SWT.
Firman Allah SWT
Katakanlah: "Jikalau kamu Menyembunyikan apa yang ada didalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah akan Mengetahuinya". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi ini dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S Ali Imran : 29)
Firman Allah SWT
Katakanlah: "Jikalau kamu Menyembunyikan apa yang ada didalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah akan Mengetahuinya". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi ini dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S Ali Imran : 29)
Sistem pengawasan atau
pengendalian dari sistem manajemen dalam pendidikan Islam adalah tindakan
sistematis yang bisa menjamin bahwa aktivitas operasionalnya bener-benar
mengacu pada perencanaan yang sudah ada. Pengawasan ini bukan hanya berlangsung
ketika proses manajemen pendidikan Islam telah selesai. Akan tetapi pengawasan
ini senantiasa diberlakukan sejak menetukan perencanaan maupun melaksanakan
proses pengorganisasian itu. Hal ini merupakan
bagian pengawasan berlangsung yang senantiasa dilakukan kapanpun
dan dimanapun.
Tambahan
:
Oleh
: A. Farhan Syaddad dan Agus Salim
Berbicara tentang fungsi manajemen
pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum
seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan Prancis, dia mengatakan
bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah merancang, mengorganisasikan,
memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai
digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan
tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9)
mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah
merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu
Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas
kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu : Perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi
manajemen pendidikan Islam, maka kami (kelompok 1) akan menguraikan fungsi
manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin
dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu :
Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana
ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka
kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian
pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama
yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan
Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan,
kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat
patal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan
kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan
dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al
Hasyr : 18 yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسُُ
مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam
pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata,
tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi.
Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan
akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Mahdi bin Ibrahim (l997:63)
mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi
keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
- Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan
- Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai
- Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai
- Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
- Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.
Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271)
mengatakan bahwa dalam Manajemen pendidikan Islam perencanaan itu meliputi :
- Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, masyarakat dan bahkan murid.
- Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan
- Formulasi prosedur sebagai tahap-tahap rencana tindakan.
- Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk
menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas
lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh
karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang
memuaskan.
2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa mendorong para
pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi,
sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan
mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian
merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh
sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan sukses.
Organisasi dalam pandangan Islam bukan
semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan
dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada pengaturan mekanisme
kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan (Didin dan
Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis (2008:272)
menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses
penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur,
wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla,
baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan
Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten
dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan,
keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara
konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan sangat
membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Dari uraian di atas dapat
difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan yang
telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu
dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan
demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja
yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu
yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang
bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota
kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.
3. Fungsi Pengarahan (directing).
Pengarahan adalah proses memberikan
bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang
berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat
komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode
pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah,
larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang diinginkan
dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan
pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun bimbingan. Sedangkan metode
pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi
pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat
dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan
beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan,
kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan,
maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima
arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu
dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa
fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang
didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut
mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai
keikhlasan yang sangat mendalam.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya
pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan
tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin
dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan
dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan
membenarkan yang hak.
Dalam pendidikan Islam pengawasan
didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin
terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun
spirituil.
Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan
dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan
bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga
Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia.
Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan
yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah
sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep
Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai
oleh nilai-nilai keislaman.
Penelitian ini secara fokus
mengkaji kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan sistem informasi
kepegawaian terhadap kinerja mengajar guru pada sekolah menengah pertama
negeri.
Metode penelitian yang digunakan yaitu
deskriptif analisis. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada guru sekolah
menengah pertama negeri di Kecamatan Purwakarta yaitu sebanyak 128 guru. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan antara
kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru pada kategori
sedang (45,10%) dan sistem informasi kepegawaian terhadap kinerja mengajar guru
pada kategori rendah (61,60%) dan kemampuan manajerial kepala sekolah dan
sistem informasi kepegawaian secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru
pada kategori sedang (65,30%).
1.
Definisi TQM
TQM atau Total Quality Management (Bahasa
Indonesia: manajemen kualitas total) adalah strategi manajemen
yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas
pada semua proses
dalam organisasi.
Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah "suatu
pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas,
berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka
panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota
dalam organisasi serta masyarakat."
Total Quality Management (TQM) merupakan
suatu pendekatan yang berorientasi pada pelanggan dengan memperkenalkan
perubahan manajemen secara sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap
proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses Total Quality Management
bermula dari pelanggan dan berakhir pada pelanggan pula.
Konsep Total Quality Management berasal dari
tiga kata yaitu total, quality, dan management. Fokus utama dari TQM adalah
kualitas/ mutu. Mutu sebagai tercukupinya kebutuhan (conformance to
requirement).
Kata selanjutnya adalah total, yang dalam
bahasa Indonesia sering dipakai kata menyeluruh atau terpadu. Kata total
(terpadu) dalam Total Quality Management menegaskan bahwa setiap orang yang
berada dalam organisasi harus terlibat dalam upaya peningkatan secara terus
menerus.
Unsur ketiga dari Total Quality Management,
adalah kata management, yang merupakan konsep awal dari TQM itu sendiri. Ada
banyak definisi manajemen yang telah dikemukakan oleh para pakar. Secara
etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris management yang berarti
ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan.
Menurut Tjiptono, Total Quality Management
(TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan
sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelanggan puas terhadap
barang dan jasa yang diberikan, serta menjamin bahwa tidak ada pihak yang
dirugikan.
Total Quality Management (TQM) merupakan
suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberi kan respon secara
tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan
eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran peiunya TQM sangatlah
sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan
global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu, Total
Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan
pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu
secara berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.
Mendefinisikan mutu /
kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Ada beberapa elemen bahwa
sesuatu dikatakan berkualitas, yakni;[2]
1)
Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
2) Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
4) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
2) Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
4) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Mutu
terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM) dapat didefinisikan
dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total (keseluruhan), Quality (kualitas,
derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa), Management (tindakan, seni, cara
menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya,
definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar
sekali (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continous
improvement) dan memotivasi karyawan “ (Kid Sadgrove, 1995)[3]
Seperti
halnya kualitas, Total Quality Management dapat diartikan sebagai berikut;
1) Perpaduan
semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta
kepuasan pelanggan (Ishikawa, 1993, p.135).
2) Sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33).
3) Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.[4]
2) Sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33).
3) Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.[4]
Pengertian lain dikemukakan oleh Drs. M.N.
Nasution, M.S.c., A.P.U. mengatakan bahwa Total Quality Management merupakan
suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya
saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga
kerja, proses, dan lingkungannya.
Filosofi
dasar dari TQM adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen, sebuah
organisasi dapat mengalami kesuksesan."
Kendaraan
yang digunakan dalam TQM:
- Manajemen Harian
- Manajemen Kebijakan
- Manajemen Cross-functional
- Gugus Kendali Mutu
- Manajemen Keselamatan Kerja
TQM
telah digunakan secara luas dalam manufaktur, pendidikan, pemerintahan,
dan industri jasa,
bahkan program-program luar angkasa dan ilmu pengetahuan NASA.
2.
Unsur-unsur utama TQM
a)
Fokus pada pelanggan.
b) Obsesi terhadap kualitas.
c) Pendekatan ilmiah.
d) Komitmen jangka panjang.
e) Kerja sama tim.
f) Perbaikan sistem secara berkesinambungan.
g) Pendidikan dan pelatihan.
h) Kebebasan yang terkendali.
i) Kesatuan tujuan.
j) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.[5]
b) Obsesi terhadap kualitas.
c) Pendekatan ilmiah.
d) Komitmen jangka panjang.
e) Kerja sama tim.
f) Perbaikan sistem secara berkesinambungan.
g) Pendidikan dan pelatihan.
h) Kebebasan yang terkendali.
i) Kesatuan tujuan.
j) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.[5]
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan
prinsip-prinsip TQM. Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa
program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya.
Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada
kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap
proses dan produk.
b) Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.
c) Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan.
d) Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.
b) Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.
c) Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan.
d) Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.
Lebih
lanjut Bill Creech, 1996, menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM
harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi,
Kepemimpinan, dan Komitmen.
Lima
Pilar TQM :
1)
Produk
2) Proses
3) Organisasi
4) Pemimpin
5) Komitmen
2) Proses
3) Organisasi
4) Pemimpin
5) Komitmen
Produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian
organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses.
Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Organisasi
yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai. Komitmen yang kuat
dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar
tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah satu lemah dengan
sendirinya yang lain juga lemah.[6]
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan
Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs.
M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu
Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya,
melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan
perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat
prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1)
Kepuasan pelanggan.
2) Respek terhadap setiap orang.
3) Manajemen berdasarkan fakta.
4) Perbaikan berkesinambungan.[7]
2) Respek terhadap setiap orang.
3) Manajemen berdasarkan fakta.
4) Perbaikan berkesinambungan.[7]
4.
Manfaat Program TQM
-
Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:
1)
Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
2) Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3) Kepuasan pelanggan terjamin.
2) Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3) Kepuasan pelanggan terjamin.
-
Manfaat TQM bagi institusi adalah:
1)
Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2) Staf lebih termotivasi
3) Produktifitas meningkat
4) Biaya turun
5) Produk cacat berkurang
6) Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
2) Staf lebih termotivasi
3) Produktifitas meningkat
4) Biaya turun
5) Produk cacat berkurang
6) Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
-
Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:
1)
Pemberdayaan
2) Lebih terlatih dan berkemampuan
3) Lebih dihargai dan diakui
2) Lebih terlatih dan berkemampuan
3) Lebih dihargai dan diakui
-
Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat dirasakan oleh institusi
di masa yang akan datang adalah:
1)
Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut
(follower)
2) Membantu terciptanya tim work
3) Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
4) Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan
5) Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
2) Membantu terciptanya tim work
3) Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
4) Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan
5) Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
5. Persyaratan Implementasi TQM
Agar
implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang diharapkan diperlukan
persyaratan sebagai berikut:
1)
Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen puncak.
2) Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3) Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4) Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5) Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6) Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7) Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8) Merencanakan mutasi program TQM.[8]
2) Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3) Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4) Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5) Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6) Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7) Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8) Merencanakan mutasi program TQM.[8]
6.
TQM dalam Pendidikan
Manajemen
Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau
disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu
pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk
(1994:4) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan
yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu
organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan
untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan
Pengeloaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara
mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus
diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu
berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses
pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik
masa kini maupun yang akan datang.
Dalam MMT sekolah dipahami
sebagai Unit Layanan Jasa, yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit
layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1)
Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga
administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa),
pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier
(pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
Karakteristik
Sekolah Bermutu Terpadu
7.
Pengertian, Karakteristik, Dimensi Jasa Pendidikan
1.
Pengertian Jasa Pendidikan
Jasa
adalah meliputi segenap kegiatan ekonomi yang menghasilkan output (keluaran)
berupa produk atau konstruksi (hasil karya) nonfisik, yang lazimnya dikonsumsi
pada saat diproduksi dan memberi nilai tambah pada bentuk (form) seperti
kepraktisan, kecocokan/kepantasan, kenyamanan, dan kesehatan, yang pada initnya
menarik cita rasa pada pembeli pertama.
Sementara
itu, jasa pendidikan merupakan jasa yang bersifat kompleks karena bersifat
padat karya dan padat modal. Artinya, dubutuhkan banyak tenaga kerja yang
memiliki skill khussu dalam bidang pendidikan dan padat modal karena
membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap.
2.
Karakteristik Jasa Pendidikan
a.
Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa
tidak berwujud seperti produk fisik, yang menyebabkan pengguna jasa pendidikan
tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum
mereka mengkonsumsinya (menjadi subsistem lembaga pendidikan). untuk menekan
ketidak pastina, pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi
tentan kualitas jasa tersebut. Tanda maupun informasi dapat diperoleh atas
dasar letak lokasi lembaga pendidikan, lembaga pendidikan penyelenggara,
peralatan dan alat komunkasi yang digunakan. Beberapa hal yang akan dilakukan
lembaga pendidikan untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan adalah :
1.
Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud
2. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan)
3. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name);
4. Memakai nama seseorang yang sudah dikenal unuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
2. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan)
3. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name);
4. Memakai nama seseorang yang sudah dikenal unuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
Jasa
pendidikan tidak dapat terpisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan
yang menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan
dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik
membeli jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan.
Dengan demikian, jasa lebih diutamakan penjualannya secara langsung dengan
skala operasi yang terbatas. Oleh Karen itu, lembaga pendidikan dapat
menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih
cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan
pelanggannya (peserta didik).
c.
Bervariasi (Variability)
Jasa
pendidikan yang diberikan seringkali berubah-ubah. Hal ini akan sangat
tergantung kepada siapa yang menyajikannya, kapan, serta di mana disajikan jasa
pendidikan tersebut. Oleh Karen itu, jasa pendidikan sulit untuk mencapai
kualitas yang sesuai dengan standar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, lembaga
pendidikan dapat melakukan beberapa strategi dalam mengendalikan kualitas jasa
yang dihasilkan dengan cara berikut. Pertama, melakukan seleksi dan mengadakan
pelatihan untuk mendapatkan SDM jasa pendidikan yang lebh baik. Kedua, membuat
standarrisasi proses kerja dalam menghasikan jasa pendidikan dengan baik.
Ketiga, selalu memonitor kepuasan peserta didik melalui sistem kotak saran,
keluhan, maupun survey pasar.
d.
Mudah Musnah (perihability)
Jasa
pendidikan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu atau jasa
pendidikan tersebut mudah musnah sehingga tidak dapat dijual pada waktu
mendatang. Karakteristik jasa yang cepat musnah bukanlah suatu masalah jika
permintaan akan jasa tersebut stabil karena jasa pendidikan mudah dalam
persiapan pelayanannya. Jika permintaannya berfluktuasi, lembaga pendidikan
akan menghadapai masalh dalam mempersiapkan pelayananya. Untuk itu, diperlukan
program pemasaran jasa yang sangan cermat agar permintaan terhadap jasa
pendidkan selalu stabil.
3.
Dimensi Kualitas Pelayanan pada Jasa Pendidikan
Kualitas
jasa pendidikan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan
atas pelayanan yang diperoleh atau diterima secara nyata oleh mereka dengan
pelayanan yang sesungguhnya diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang
diharrpkan, pelayanan dapat dikatakan bermutu. Sebaliknya jika kenyataan kurang
dari yang diharapkan, pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu Namun apabila
kenyataan sama dengan harapan, maka kualitas pelayanan disebut memuaskan.
Dengan demikian, kualitas pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan
antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang diterima mereka,
dimensi jasa pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)
Bukti Fisik (tangible)
Bukti
fisik berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan yang tercantum dalam pasal Pasal 42 bab VII
Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan yang berisi sebagai berikut :
(1)
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis
pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(2) Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
b)
Keandalan (reliability)
Yakni
kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera atau cepat,
akurat, dan memuaskan.
c)
Daya Tanggap (responsiveness)
Yaitu kemauan/kesediaan para staff untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tanggap.
Yaitu kemauan/kesediaan para staff untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tanggap.
d)
Jaminan (assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap peserta didik, serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya dan keragu-raguan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi :
Yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap peserta didik, serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya dan keragu-raguan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi :
(1)
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[13]
e)
Empati (empathy)
Yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya.
Yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya.
Dimensi
kualitas pelayanan yang mempengarui harapan dan kenyataan
Menurut
Maxwell ada enam dimensi kualitas jasa pendidikan.
1.
Akses yang berhubungan dengan kemudahan mendapatkan jasa pendidikan yang
diperoleh di tempat yang mudah dijangkau pada waktu yang tepat dan nyaman.
2. Kecocokan dengan timgkat kebutuhan pelanggan, yaitu kecocokan akan profil tingkat pendidikan populasi dan kelompok yang membutuhkannya.
3. Efektivitas yang berhubungan dengan adanya kemampuan penyaji jasa pendidikan (staf pengajar) untuk melayani atau menciptakan hasil yang diinginkan.
4. Ekuitas yang berhubungan dengan distribusi sumber-sumber pelayanan lembaga pendidikan yang adil dalam suatu sistem yang didukung secara umum.
5. Diterima secara social yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, komunikasi dan kebebasan, atau keleluasaan pribadi.
6. Efesiensi dan ekonomis yang mengacu kepada pengertian layanan terbaik untuk besarnya biaya yang tepat.
2. Kecocokan dengan timgkat kebutuhan pelanggan, yaitu kecocokan akan profil tingkat pendidikan populasi dan kelompok yang membutuhkannya.
3. Efektivitas yang berhubungan dengan adanya kemampuan penyaji jasa pendidikan (staf pengajar) untuk melayani atau menciptakan hasil yang diinginkan.
4. Ekuitas yang berhubungan dengan distribusi sumber-sumber pelayanan lembaga pendidikan yang adil dalam suatu sistem yang didukung secara umum.
5. Diterima secara social yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, komunikasi dan kebebasan, atau keleluasaan pribadi.
6. Efesiensi dan ekonomis yang mengacu kepada pengertian layanan terbaik untuk besarnya biaya yang tepat.
Dalam MMT (Manajemen Mutu
Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik
internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan
pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya,
maka sekolah dikatakan berhasil jika :
1.
Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang
diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan
fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek kata, siswa menikmati situasi
sekolah.
2. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
3. Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan.
4. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).
2. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
3. Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan.
4. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).
7. Pendekatan Kualitas Layanan Jasa Pendidikan
Mengevaluasi
kualitas layanan jasa pendidikan diperlukan pendekatan yang komperhensif karena
jasa pendidikan merupaka jasa yang memiliki karakteristik cukup kompleks
dibandingkan jasa lainnya. Karena jasa pendidikan padat modal, investasi bidang
pendidikan yang berkualitas dan memiliki value dari pengguna jasa pendidikan.
Saat ini memerlukan modal yang sangat besar di samping padat karya (memerlukan
tenaga SDM) yang memiliki dedikasi, kapabilitas, maupun skill yang spesifik.
Terdapat
dua pendekatan untuk memberikan pelayanan yang bermutu kepada pengguna jasa
pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1.
Pendekatan Segitiga Layanan (triangle Service)
Merupakan
suatu model interaktif manajemen layanan yang mencerminkan hubungan antara
lembaga pendidikan dengan para pengguna jasa pendidikan (siswa/mahasiswa).
Model tersebut terdiri dari 3 elemen, yaitu :
a)
Strategi Layanan (Service Layanan)
Suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik-baiknya kepada para pengguna jasa. Strategi layanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau misi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh seluruh individu dalam lembaga pendidikan.
Suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik-baiknya kepada para pengguna jasa. Strategi layanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau misi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh seluruh individu dalam lembaga pendidikan.
b)
Sumber Daya Manusia yang Memberikan Pelayanan (people)
Dalam hal ini ada tiga kelompok SDM yang memberikan layanan, yaitu SDM kelompok pertama adalah staf pengajar (guru, dosen) yang berhadapan secara langsung dengan pelanggan dalam proses pembelajaran. Kelompok SDM kedua adalah mereka yang menyiapkan sarana proses pembelajaran (alat untuk mempelancar proses pembelajaran) dan kelompok SDM ketiga adalah penjaga keamanan sekolah. Tergolong dalam kelompok manapun, SDM tetap diperlukan untuk memusatkan perhatian pada para pelanggan dengan cara mengetahui siapa pelanggan lembaga pendidikan tersebut, apa saja kebuthan para pelanggan, dan mencari tahu bagaimana cara memenuhi/memuaskan kebutuhannya.
Dalam hal ini ada tiga kelompok SDM yang memberikan layanan, yaitu SDM kelompok pertama adalah staf pengajar (guru, dosen) yang berhadapan secara langsung dengan pelanggan dalam proses pembelajaran. Kelompok SDM kedua adalah mereka yang menyiapkan sarana proses pembelajaran (alat untuk mempelancar proses pembelajaran) dan kelompok SDM ketiga adalah penjaga keamanan sekolah. Tergolong dalam kelompok manapun, SDM tetap diperlukan untuk memusatkan perhatian pada para pelanggan dengan cara mengetahui siapa pelanggan lembaga pendidikan tersebut, apa saja kebuthan para pelanggan, dan mencari tahu bagaimana cara memenuhi/memuaskan kebutuhannya.
c)
Sistem Layanan (service system)
Prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan sumber daya manusia yang ada. Sistem ini harus layanan yang efektif adalah kemudahan untuk memberikan layanan dengan sistem yang hampir tidak kelihatan oleh pelanggan.
Prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan sumber daya manusia yang ada. Sistem ini harus layanan yang efektif adalah kemudahan untuk memberikan layanan dengan sistem yang hampir tidak kelihatan oleh pelanggan.
2.
Pendekatan Total Quality Service (TQS)
Total quality service atau
layanan mutu terpadu adalah suatu keadaan ketika sebuah lembaga pendidikan
memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan bermutu kepada para pelanggan
maupun pemilik lembaga pendidikan (pemerintah atau yayasan) san pegawainya. TQS
ini memiliki 5 elemen yang saling terkait satu sama lain, yaitu :
a)
Riset Pasar dan Pelanggan (market and customer research)
Riset pasar adalah kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar tempat lembaga pendidikan berada yang meliputi identifikasi segmen pasar, analisis demografis, dan analisis kekuatan yang ada di dalam pasar itu sendiri.
Riset pasar adalah kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar tempat lembaga pendidikan berada yang meliputi identifikasi segmen pasar, analisis demografis, dan analisis kekuatan yang ada di dalam pasar itu sendiri.
b)
Perumusan Strategi (strategy formulation)
Suatu proses perancangan strategi untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih pelanggan baru.
Suatu proses perancangan strategi untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih pelanggan baru.
c)
Pendidikan, Pelatihan, dan Komunikasi (education, traning and communication)
Pendidikan dan pelatihan sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan mutu layanan (pengetahuan dan kemampuan) sumber daya manusia agar mereka mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Adapun komunikasi berperan dalam mendistribusikan informasi kepada setiap individu yang terlibat dalam lembaga pendidikan.
Pendidikan dan pelatihan sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan mutu layanan (pengetahuan dan kemampuan) sumber daya manusia agar mereka mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Adapun komunikasi berperan dalam mendistribusikan informasi kepada setiap individu yang terlibat dalam lembaga pendidikan.
d)
Penyempurnaan Proses (process improvement)
Penyempurnaan proses merupakan berbagai usaha di setiap hierarki manajemen pendidikan untuk secara berkesinambungan menyempurnakan proses pemberi layanan dan secara aktif memberikan cara baru dalam memperbaiki layanan.
Penyempurnaan proses merupakan berbagai usaha di setiap hierarki manajemen pendidikan untuk secara berkesinambungan menyempurnakan proses pemberi layanan dan secara aktif memberikan cara baru dalam memperbaiki layanan.
e)
Penilaian, Pengukuran, dan Umpan balik (assessment, measurement, and
feedback)
Penilaian, pengukuran, dan umpan balik berperan dalam menginformasikan kepada penyaji jasa pendidikan seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan pelanggannya. Hasil penilaian kinerja dan umpan balik dapat dijadikan dasar untuk memberikan balas jasa kepada merka, serta memberikan isyarat kepada lembaga pendidikan tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan diperbaiki, dan bagaimana cara memperbaikinya.
Penilaian, pengukuran, dan umpan balik berperan dalam menginformasikan kepada penyaji jasa pendidikan seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan pelanggannya. Hasil penilaian kinerja dan umpan balik dapat dijadikan dasar untuk memberikan balas jasa kepada merka, serta memberikan isyarat kepada lembaga pendidikan tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan diperbaiki, dan bagaimana cara memperbaikinya.
Sumber:
Karl Albrecht & Ron Zemke (1990)
Total
Quality Service (TQS)
8. Kesenjangan dan Upaya-upaya Perbaikan dalam Layanan Lembaga Pendidikan
Kesenjangan yang terjadi pada lembaga
pendidikan, yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan
layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Ada 5 kesenjangan yang dapat
membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan layanan yang bermutu kepada
pelanggannya.
1)
Kesenjangan 1: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen lembaga
pendidikan. Kesenjangan tersebut terbentuk akibat pihak manajemen lembaga
pendidikan salah memahami apa yang menjadi harapan pelanggan lembaga
pendidikan.
2)
Kesenjangan 2: Kesenjangan antara persepsi pihak manajemen lembaga pendidikan
atas harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas layanan. Kesenjangan tersebut
terjadi akibat kesalahan dalam menerjemahkan persepsi pihak ke dalam bentuk
tolak ukur kualitas layanan.
3)
Kesenjangan 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dan pemberian
layanan kepada pelanggan. Kesenjangan tersebut lebih di akibatkan oleh
ketidakmampuan sumber daya manusia lembaga pendidikan untuk memenuhi standar
mutu layanan yang ditetapkan.
4)
Kesenjangan 4: Kesenjangan antara pemberian layanan kepada pelanggan dan
komunikasi eksternal lembaga pendidikan. Kesenjangan ini tercipta karena
lembaga pendidikan tidak mampu memenuhi janjinya yang dikomunikasikan secara
eksternal melalui berbagai bentuk promosi.
5)
Kesenjangan 5: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan layanan yang
diterima. Kesenjangan tersebut sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan
para pelanggan.
Menurut
Zeithhaml ada beberapa cara untuk menghilangkan kesenjangan tersebut antara
lain:
1)
Menghilangkan kesenjangan 1: memberikan kesempatan kepada para pelanggan untuk
menyampaikan ketidakpuasan mereka kepada lembaga pendidikan, mencari tahu
keinginan dan harapan para pelanggan lembaga pendidikan sejenis, melakukan
penelitian yang mendalam tentang pelanggan, membentuk panel pelanggan,
melakukan studi komperhensif tentang harapan pelanggan, memperbaiki kualitas
komunikasi antarsumber daya manusia dalam lembaga pendidikan, serta mengurangi
birokrasi lembaga pendidikan.
2)
Menghilangkan kesenjangan 2: memperbaiki kualitas kepemimpinan lembaga
pendidikan, mempertinggi komitmen sumber daya manusia terhadap mutu layanan,
mendorong sumber daya manusia lebih inovatif dan responsive terhadap ide-ide
baru, serta standarisasi pekerjaan yang ingin dicapai secara efektif.
3)
Menghilangkan kesenjangan 3: memperjelas uraian pekerjaan, meningkatkan
kesesuain antara sumber daya manusia, teknologi dan pekerjaan, megukur kinerja
dan balas jasa sesuai dengan kinerja, membangun kerja sama antara sumber daya
manusia, serta memperlakukan pelanggan seperti bagian dari keluarga besar
lembaga pendidikan.
4)
Menghilangkan kesenjangan 4: memperlancar arus komunikasi antara unit dalam
organisasi lembaga pendidikan, memberikan pelayanan yang konsisten, memberikan
perhatian yang lebih besar pada aspek vital mutu layanan, menjada agar pesan
yang disampaikan secara eksternal tidak membentuk harapan para pelanggan yang
melebihi kemampuan lembaga pendidikan serta mendorong para pelanggan untuk
menjadi pelanggan yang lebih baik dan loyal.[16]
9.
Strategi Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan.
1.
Fokus pada Pengguna Jasa Pendidikan (Pelanggan)
Kepuasan
pengguna jasa pendidikan merupakan factor yang sangat penting dalam TQM. Oleh
sebab itu, identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan
aspek yang krusial. Adapun langkah pertama TQM adalah memandang siswa/mahasiswa
sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.
2.
Kepemimpinan
Kesadaran
akan kualitas dalam lembaga pendidikan tergantung kepada faktor intangibles,
terutama sikap manajemen tingkat atas (pimpinan lembaga pendidikan dasar
menengah, kepala sekolah, dan pemimpin perguruan tinggi/rektorat) terhadap
kualitas jasa pendidikan. Pencapaian tingkat kualitas bukan hasil penerapan
jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM
yang mensyaratkan kepemimpinan yang kontinyu.[17] Dewan sekolah, pengawas dan
administrator berperan dalam memfokuskan dan memberi arahan pada wilayah dan
sekolah. Merekalah yang memiliki visi masa depan, dan mereka jugalah yang
berkemampuan mengajak para guru dan staf untuk mau menerima visi itu sebagai
miliknya. Ini mengacu pada tanggung jawab bersam. Para guru dan staf memiliki
komitmen untuk mewujudkan visi tersebut.[18] Pemimpin perlu memiliki
karakteristik pribadi yang mencakup dorongan, motivasi untuk memimpin,
kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, inisiatif, krativitas/originalitas,
adaptabilitas/fleksibikitas, kemampuan kognitif, serta pengetahuan dan
charisma. Kualitas manajerial pimpinan harus dapat memberikan inspirasi pada
semua jajaran manajemen agar mampu memperagakan kualitas kepemimpinan yang
sama, yang diperlukan untuk mengembangkan budaya TQM. Oleh sebab itu,
keterlibatan langsung pemimpin lembaga pendidikan sangat penting.
Perbaikan
yang berkesenimbangunan berkaitan dengan komitmen (continuous quality
improvement atau CQI) dan proses (continuous process improvement). Komitmen
terhadap kualitas dimulai dengan pernyatann dedikasi pada misi dan visi
bersama, serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara inkremental
mewujudkan visi tersebut (Lewis dan Simth, 1994). Perbaikan yang
berkesinambungan tergantung kepada dua unsur. Pertama, mempelajari proses,
alat, dan ketrampilan yang tepat. Kedua, menerapkan ketrampilan baru pada small
achieveable projects. Upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan dalam
lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan sistem terbuka atas fungsi inti
lembaga pendidikan, student learning. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk
menjamin kualitas lembaga pendidikan, yaitu (1) Pendekatan akreditas, (2)
Pendekatan outcome assessment, dan (3) Pendekatan sistem terbuka (Lewish &
Smith, 1994).[19]
Penyempurnaan
kualitas berkesinambungan dalam lembaga pendidikan
Perbaikan
berkelanjutan merupakan hal penting untuk setiap organisasi mutu. Perbaikan
tersebut hanya dapat dicapai bila setiap orang disekolah atau wilayah bekerja
bersama-sama dan:
*
Menerapkan roda mutu pada setiap aspek kerja
* Memahami manfaat jangka panjang pendekatan biaya mutu
* Mendorong semua perbaikan baik besar maupun kecil
* Mefokuskan pada upaya pencegahan dan bukab penyelesaian masalah[20]
* Memahami manfaat jangka panjang pendekatan biaya mutu
* Mendorong semua perbaikan baik besar maupun kecil
* Mefokuskan pada upaya pencegahan dan bukab penyelesaian masalah[20]
Selain
merupkan aset organisasi yang paling vital, sumber daya manusia merupakan
pelanggan internal yang menetukan kualitas akhir sebuah jasa dan lembaganya.
Oleh sebab itu, sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh
kesiapan, kesediaan, dan kompetensi sumber daya manusia dalam lembaga
pendidikan yang bersangkutan untuk merealisasikannya secara sungguh-sungguh.
5. Manajemen Berdasarkan Fakta
5. Manajemen Berdasarkan Fakta
Pengambilan
keputusan harus didasarkan pada fakta yang nyata tentang kualitas yang
didapatkan dari berbagai sumber di seluruh jajaran organisasi. Jadi, tidak
semata-mata atas dasar intuisi, praduga, atau organizational politics. Berbagai
alat telah dirancang dan dikembangkan untuk mendukung pengumpulan dan analisi
data, serta pengambilan keputusan berdasarkan fakta.[21]
E. Manajement Berbasis Sekolah
1.
Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis sekolah
merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut juga dengan otonomi sekolah
(school autonomy) atau site-based management (Beck & Murphy, 1996). Sejalan
dengan belakunya otonomi daerah dalam dunia pendidikan, MBS atau school-based management
(SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam manajemen sekolah. Karena itu,
pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada sekolah tersebut, atau sekolah
diberikan kewenangan besar untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan
menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada
sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan
standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi,
Kabupaten dan Kota.
Pada prinsipnya MBS
bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan
internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara
keseluruhan.
MBS merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN.
MBS, yang ditandai dengan
otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap
gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain,
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara
lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan
sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah.
peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi
masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok
tertentu.
Dalam
MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran, personel,
dan kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat
pusat, provinsi, atau bahkan juga kabupaten/ kota. Dengan pemberlakuan MBS
diharapakan setidaknya dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:
1.
Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih
baik.
2.
Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.
3.
Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi
tanggung jawab sekolah dan masyarakat.
Tujuan Manajemen Berbasis
Sekolah yakni:
1.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah atau
madrasah dalam mengelola dan membedayakan sumber daya yang tersedia;
2.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3.
Meningkatkan tanggung jawab sekolah atau madrasah kepada orang tua, pemerintah
tentang mutu sekolah atau madrasah;
4.
Meningkatkan kompetensi yang sehat antar madrasah dan sekolah lain untuk
pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.
2.
Prinsip – Prinsip Manajement Berbasis Kerja
Prinsip
utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara
berkelanjutan
Dalam
mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan
yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan
pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan
ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien.
Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan
partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa
besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan.
Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin
dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang
dikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki
oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan
demokratis antara lain dengan:
1. Melibatkan semua fihak,
khususnya guru dan orangtua siswa.
2. Membentuk tim-tim kecil
di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan
dengan tugasnya
3. Menjalin kerjasama
dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan Kepala sekolah
dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus
menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu
sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya
manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan
berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Pengetahuan yang penting
harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:
1.
Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2.
Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment,
school review, bencmarking, SWOT,dll)
Sistem Informasi Sekolah
yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program
sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat
sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi
tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu
ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki
sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa.
Sistem
Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan
untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem
penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru,
karyawan dan siswa.
3.
Proses
Penerapan Manajement Berbasis Sekolah
Banyak
manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun pihak
sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam
melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis
sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses
pelaporan dan umpan baliknya.
Dengan
kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip
demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program
ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite
sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap
tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak
saling memberikan kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
Adapun
proses penerapan MBS dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah sbb :
a. Memberdayakan komite sekolah/majelis
madrasah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
b. Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini
instansi yang terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota,
Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan Pendidikan
Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses)
ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang
pendidikan.
c. Memberdayakan tenaga kependidikan, baik
tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP)
maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah
tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta
masyarakat.
d. Mengadakan pelatihan dan pendampingan
sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada
pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran
e. Melakukan supervisi dan monitoring yang
sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah
agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat
diberikan solusi/pemecahan masalah yang diperlukan.
f.
Mengelola
kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan
mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan,
dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus
melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim bentukan sebagai pelaksana
kegiatan tersebut.
Faktor Pendukung
Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
1.
Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
MBS aan berhasi jika
ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau madrasah dalam
memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan efisien, serta
mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar mengajar.
2.
Kondisi social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternala yang
akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan
orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta
tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3.
Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu
efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah atau madrasah yang kemampuan
orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap
penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan
dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.
4.
Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis
dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa
profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit
dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.[4]
Istilah Menejemen Berbasis
Madrasah merupakan terjemahan dari ”School-based
managemen”. Istilah itu pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika
masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat setempat. MBM merupakan paradikma baru pendidikan, yang
memberikan otonomi luas pada tingkat sekolan (pelibatan masyarakat dalam rangka
kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola
sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan priyaritas kebutuhan, serta
lebih tanggap dengan kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksutkan agar
mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam
pada itu, kebijakan nasional yang menjadi priyoritas pemerintah harus pula
dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBM, sekolah dituntut secara mandiri
menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan
mempertanggung jawabkan pemberdayaan
sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
MBM
merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada
sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para
peserta didik. Otonomi dalam menejemen merupakan potensi bagi sekolah untuk
meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung
kekelompok-kelompok yang terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi dalam
bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung konsensus
umum yang myakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka
yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggung
jawab atas pelaksanan kebijakan dan yang terkena kebijakan-kebijakan tersebut.
Kewenangan
yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBM yang dipandang memiliki
tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut.
1. kebijakan
dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang
tua, dan Guru;
2. bertujuan
bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
3. efektif
dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar,
tingkat pengulangan, tinkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah;
4. adanya
perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, menejemen
sekolah, rancangan ulangan sekolah dan perubahan perencanaan ( Fattah, 2000).
Manajemen Berbasis Madrasah merupakan proses pengintegrasian,
pengkoordinasian dan pemanfaatan dengan melibatkan secara menyeluruh
elemen-elemen yang ada pada madrasah untuk mencapai tujuan (mutu pendidikan)
yang diharapkan secara efisien. Atau dapat diartikan bahwa MBM adalah model
manajemen yang memberikan otonomi (kewenangan) yang lebih besar kepada sekolah
dan mendorong pengambilan keputusan yang partisipatif yaitu melibatkan semua
warga madrasah berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan adanya otonomi
(kewenangan) yang lebih besar diharapkan madrasah dapat menggunakan dan
mengembangkan kewenangan secara mandiri dalam mengelola madrasah dan memilih
strategi dalam meningkatkan mutu pendidikan serta dapat memilih pengembangan
program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan madrasah.
Karakterisitk Manajemen
Barbasis Sekolah tentunya tidak terlepas dari pendekatan Input, Proses, Output
Pendidikan.
1. Input
Pendidikan
Input pendidikan adalah
segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya
proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan
sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi
sumberdaya manusia (Kepala Madrasah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa)
dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, dan bahan). Input
perangkat lunak meliputi struktur organisasi madrasah, peraturan
perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan
berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh
sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung
dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat
kesiapan input. Makin
tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.[2][1]
Secara ringkas
karakteristik MBM ditinjau dari segi input terdiri dari empat hal yaitu: 1)
memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas, 2) tersedianya sumber
daya yang kompetitif dan berdedikasi, 3) memiliki harapan prestasi yang tinggi,
dan 4) komitmen pada pelanggan.[3][2]
2. Proses Pendidikan
Proses Pendidikan
merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang
berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut inputoutput. Dalam
pendidikan bersekala mikro (ditingkat madrasah), proses yang dimaksud adalah
proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan
keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses
belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa
proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses-
proses lainnya. secara ringkas karakteristik MBM ditinjau dari segi proses
terdiri dari beberapa yaitu:
1) efekttivitas dalam
proses belajar mengajar tinggi,
2) kepemimpinan yang
kuat,
3) lingkungan madrasah
yang nyaman,
5) tim kerja yang
kompak dan dinamis,
6) kemandirian,
partisipatif dan keterbukaan (transparasi),
7) evaluasi dan
perbaikan secara berkelanjutan, dan
8) responsif,
antisipatif, komunikatif dan akuntabilitas.[4][3] sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut Menurut
Suyanto,
3. Output yang diharapkan
Pada dasarnya output
yang diharapkan merupakan tujuan utama dari penyelenggaraan pendidikan secara
umum. Output pendidikan adalah merupakan kinerja madrasah. Kinerja madrasah
adalah prestasi madrasah yang dihasilkan dari proses/perilaku madrasah. Kinerja
madrasah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya,
efesiendinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya.
Khusus yang berkaitan dengan mutu output madrasah, dapat dijelaskan
bahwa output madrasah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi
madrasah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi
dalam:
(1) prestasi akademik,
berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan
(2) prestasi
non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian,
keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu
sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan
(proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
MBS merupakan paradigma
baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud
agar madrasah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan paradigma
baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat madrasah dengan
maksud agar madrasah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Pada sistem MBM
madrasah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan
prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan
sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. MBM juga merupakan
salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada madrasah
untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini
juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi
langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada
masyarakat terhadap pendidikan. Pengertian MBM sebagai suatu konsep yang
menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan
diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar.
Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan
pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu madrasah. Di samping itu
untuk memberdayakan madrasah agar dapat melayani masyarakat secara maksimal
sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut.
a. Mensosialisasikan
konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada
masyarakat.
b. Memperoleh
masukan agar konsep ini dapat diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan
kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman cultural, sosio ekonomi
masyarakat dan kompleksitas geografinya.
c. Menambah
wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat madrasah dan individu yang
peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
d. Memotivasi
masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu
pendidikan/ pada madrasah masing-masing.
e. Menggalang
kesadaran masyarakat madrasah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam
mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
f. Memotivasi
timbulnya pemikira-pemikiran baru dalam mensukseskan pembanguan pendidikan dari
individu dan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan khususnya masyarakat
madrasah yang berada di gars paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
g. Menggalang
kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua
komponen masyarakat, dengan focus peningkatan mutu yang berkelanjutan pada
tataran madrasah.
h. Mempertajam
wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas
dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun, 5 tahun dan seterusnya
sehingga tercapai misi madrasah ke depan[5][4][
Selanjutnya tujuan MBM Menurut
Bahtiar adalah:
a. Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia;
b. Meningkatkan
kepedulian warga madrasah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui
pengambilan keputusan bersama;
c. Meningkatkan
tanggung jawab madrasah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang
mutu madrasahnya; dan
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa sudah jelas secara politis manajemen berbasis
madrasah ekolah merupakan muara dari semua kebijakan di bidang pendidikan akan
tergambar di madrasah, sebab sekolah merupakan jaringan terakhir dari rangkaian
birokrasi pendidikan. MBM juga sebagai bentuk operasionalisasi dari kebijakan
desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan otonomi daerah.
Secara teoritis MBM juga merupakan suatu konsep yang menawarkan suatu otonomi
kepada madrasah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan
pendidikan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat setempat serta
menjalin kerja sama yang erat antara madrasah, masyarakat dan pemerintah.
Secara operasional MBM merupakan gagasan yang menempatkan kewenangan
pengelolaan madrasah dalam suatu keutuhan entitas sistem.
Berdasarkan
beberapa paparan tentang manajemen berbasis madrasah seperti diatas, dapat
dimengerti bhwa mutiara dari semua kebiakan di bidang pendidikan akan tergambar
disekolah, sebab madrasah merupakan jaringan tekir dari rangkaian birokrasi
pendidikan. Maka, hidup atau matinya suatu program akan ditentukan oleh sejauh
semana madrasah mampu mengelola dan melaksanakan semua program kependidikan.
Oleh sebab itu, manajemen berbasis madrasah menjadi sangat strategis
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. Dengan
manajemen berbasis madrasah ini, kepala madrasah, guru dan peserta didik
mendapatkan peluang untuk melakukan inovasi dan improvisasi di madrasah
berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manaerial dan lain-lain.
Jadi, otonomi pendidikan merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kebebasan
akademik. Dengan demikian, manajemen berbasis madrasah dikatakan sebagai bentuk
oprasionalisasi desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan
otonomi daerah.
MBM dipandang sebagai alternatif dari pola umum
pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan
daerah. MBM adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan
kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat
sekolah. Dengan demikian, MBM pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana
sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan
pendidikan secara mandiri. MBM memberikan kesempatan pengendalian lebih besar
bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di
sekolah mereka.
Dalam
pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai
anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan
di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan
anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBM dipandang
dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan
demikian, pada dasarnya MBM adalah upaya memandirikan sekolah dengan
memberdayakannya.
Melalui
MBM dinyakini bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika
manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para
kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan
sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil
jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakan-nya.
Pendekatan melalui MBM juga memiliki lebih semua banyak masalahnya ketimbang
pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan
sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan
keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program
pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang
berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi
kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBM
bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru
dan staf yang berkualitas tinggi.
Penerapan
MBM yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat yaitu:
a. Memungkinkan
orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan
meningkatkan pembelajaran.
b. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
c. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun
program pembelajaran.
d. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk
mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik
ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan
pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
H. Konsep Dasar Persekolahan
1.Konsep Dasar Sekolah
Dalam eksistensi dunia pendidikan di Indonesia,
kita mengenal istilah sekolah dan madrasah. Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003,
istilah sekolah dan madrasah juga tercantum didalamnya.
Secara lughawi, madrasah merupakan isim
makan dari darasa yang berati tempat untuk belajar. Istilah madrasah di Indonesia
dalam penggunaannya telah menyatu dengan istilah sekolah. Dalam prakteknya,
madrasah sering digunakan untuk menyebut sekolah yang berada di bawah binaan
Kementerian Agama, sedangkan sekolah digunakan dalam konteks sekolah di bawah
binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Secara historis, madrasah sudah ada sejak
awal perkembangan Islam di Indonesia. Madrasah itu tumbuh dan berkembang dari
bawah (masyarakat/umat) yang didasari oleh keinginan dan tanggung jawab untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada umat. Oleh karena itu dalam realisasinya
madrasah pada waktu itu lebih menekankan pada pendalaman ilmu-ilmu keislaman.
Menurut Abudinnata (2010: 296) madrasah
merupakan bentuk pelaksanaan pendidikan Islam secara lebih terlembagakan secara
khusus, terencana dan sistematis, serta terdapat di seluruh negeri di dunia
Islam. Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang telah memainkan
peranan yang besar bagi kemajuan Islam khususnya, dan bagi kemajuan negara pada
umumnya.
Selanjutnya
Abudinnata (2010: 295-297) juga menyatakan bahwa kehadiran madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat latar belakang, yaitu
:
1)
Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam ;
2)
usaha penyempurnaan terhadap sistem pesatren kearah suatu sistem pendidikan
yang lebih memungkinkan lulusannya untuk
memperoleh kesempatang yang sama dengan sekolah umum ;
3) adanya sikap mental pada sementara
golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem
pendidikan mereka ; dan
4) sebagai upaya untuk menjembatani antara
sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem
pendidikan modern dari hasil akulturasi. Kehadiran madrasah memperlihatkan
besarnya peran dan tanggung jawab pemerintah dan umat Islam terhadap kemajuan
dan kejayaan umat Islam.
Peran dan tanggung jawab umat Islam ini
antara lain sebagai respons terhadap sikap pemerintah kolonial yang pada
umumnya tidak suka terhadap kemajuan pendidikan Islam, khususnya pendidikan
agama.
Sedangkan kalau kita berbicara tentang sekolah,
maka sekolah itu sendiri dipandang sebagai sebuah sistem sosial yang sangat
kompleks (Holmes & Wynne, 1989 : 146). Sebagai sebuah sistem, sekolah memiliki
berbagai elemen yang satu sama lain saling berkaitan sesuai dengan fungsinya.
Hal ini sesuai dengan definisi sistem
sebagaimana dikemukakan Ryans (Depdikbud, 1983 : 63-64) yang mengartikan sistem
sebagai : “ any identifiable assemblage of elements (objects, persons,
activities, information record, etc.) which are interrelated by process or
structure and which are presumed to function as an organizational entity to generating
an observable (or sometimes merely inferable).”
Dari definisi tersebut dapat ditarik pengertian
bahwa di dalam suatu sistem mengandung ; elemen-elemen yang ada dan dapat
dikenali, elemen-elemen itu saling berkaitan dan kaitan ini adalah kaitan yang
teratur, mekanisme saling berhubungan antar elemen itu merupakan suatu kesatuan
organisasi, kesatuan organisasi itu berfungsi dalam mencapai suatu tujuan,
berfungsinya organisasi itu membuahkan hasil yang dapat diamati atau
setidak-tidaknya dapat dikenali adanya.
Elemen-elemen utama dalam suatu sekolah
adalah orang-orang yang terlibat di dalam sekolah itu sendiri. Holmes & Wynne
(1989 : 78) bahkan menyebut sekolah adalah seputar dunia orang-orang. Orang-orang
yang dimaksud disini adalah siswa, guru, orang tua siswa, administrator dan
karyawan. Masing-masing orang memiliki tugas dan fungsi tersendiri namun saling
keterkaitan. Jika masing-masing elemen manusia yang terlibat dalam sekolah tersebut
mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, maka sekolah efektif akan dapat
diwujudkan.
Sekolah itu sendiri
menurut Holmes & Wynne (1989 : 10) memiliki empat fungsi utama, yaitu ;
pertama, fungsi distribusi sosial. Dalam hal ini sekolah adalahsebuah institusi
yang akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat melalui penyebaran lulusannya.
Ada yang bekerja, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, atau bahkan
yang menganggur.
Kuantitas dan kualitas lulusan suatu sekolah
secara langsung akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat ; kedua, fungsi pengenalan
dasar disiplin ilmu pengetahuan. Sekolah merupakan institusi yang akan memberikan
pengenalan tentang dasar-dasar disiplin ilmu pengetahuan kepada para siswanya
sebagai bekal untuk dikembangkan pada masa yang akan datang sesuai dengan minat
dan bakatnya masing-masing; ketiga fungsi pembekalan keahlian dasar membaca,
menulis, dan berhitung. Ketiga keahlian ini merupakan keahlian paling mendasar
dalam kehidupan manusia. Di sekolah, keahlian ini diberikan sejak sekolah dasar
; dan keempat, fungsi pembekalan penjagaan. Di sekolah setiap siswa
dibiasakan dengan pola kehidupan teratur, pembinaan dan pengawasan sebagai bekal
agar mampu menjaga diri pada kehidupan selanjutnya. Keempat fungsi utama sekolah
itu diwujudkan dalam enam wilayah fungsi pendidikan (Holmes & Wynne, 1989 :
20), yaitu ;
Pertama, fungsi intelektual (intellectual
functions). Fungsi ini merupakan fungsi utama pendidikan, dan sekolah dituntut
untuk memberikan keahlian dasar dan disiplin ilmu pengetahuan kepada para
siswanya ;
Kedua, fungsi moral/spiritual
(moral/spiritual functions). Fungsi ini meliputi pengembangan karakter,
tanggung jawab, nilai, sikap dan keyakinan spiritual keagamaan ;
Ketiga, fungsi budaya dan estetika (cultural
and aesthetic functions). Fungsi ini mencakup pengenalan lingkungan adat suatu
daerah yang membedakan dengan budaya daerah lainnya ;
Keempat, fungsi sosial (social functions). Fungsi
ini merujuk kepada pengembangan kapasitas individu untuk mampu bekerja dan
hidup dengan orang lain dalam satu kelompok kehidupan ;
Kelima, fungsi fisik/biologis/psikis (physical/biological/physiological
functions). Fungsi ini berhubungan dengan pemenuhan dan pengembangan kebutuhan
fisik, biologis, dan kejiwaan individu ; dan
Keenam, fungsi kejuruan (vocational functions).
Fungsi ini berkaitan dengan pemberian keahlian atau pelatihan tertentu pada
lapangan pekerjaan tertentu. Keempat fungsi utama sekolah yang diselaraskan
dengan enam wilayah fungsi pendidikan tersebut kemudian dimanifestasikan oleh
sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah.
Sementara itu Nanang Fattah (2003 : 1-2)
memandang sekolah sebagai sebuah institusi (lembaga) pendidikan yang memiliki
sistem yang kompleks dan dinamis dan merupakan wadah tempat proses pendidikan
dilakukan. Dalam kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekedar
tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem
yang rumit dan saling berkaitan. Oleh karena itu sekolah dipandang sebagai
suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan.
Lebih dari itu lanjutnya, kegiatan inti
organisasi sekolah adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan
menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat,
serta pada gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada pembangunan bangsa.
Selanjutnya sekolah juga dipandang sebagai
suatu organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan
kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial
masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu dikelola,
dimenej, diatur, ditata, dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan
produk atau hasil secara optimal.
Beberapa pandangan tentang
sekolah di atas menunjukkan bahwa sekolah memang bukanlah sesuatu yang
sederhana, bukan hanya terbatas pada sebuah gedung tempat
terjadinya proses pembelajaran, melainkan merupakan bagian dari suatu ruang
atau tatanan kehidupan manusia yang sangat kompleks. Sementara itu dalam
kenyataannya, eksistensi sekolah dalam suatu masyarakat memiliki fungsi dan
peran yang sangat penting bagi kualitas kehidupan masyarakat dimana sekolah itu
berada, dan secara lebih luasnya kualitas kehidupan bangsa dan negara. Sekolah yang
berkualitas tentu akan menghasilkan lulusan yang berkualitas pula, dan lulusan yang
berkualitas tentu akan mampu juga membangun masyarakat yang berkualitas.
Dan
hal itulah yang tentunya menjadi harapan dan impian seluruh lapisan
masyarakat
terhadap kiprah dan eksistensi sekolah.
Pendidikan yang diyakini sebagai salah satu
upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia ini, pada intinya
bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, serta merubah perilaku,
serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik. Pada kenyataannya, pendidikan
bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan sebagai suatu sistem yang
didalamnya mengandung elemen-elemen yang beraneka ragam dan saling berkaitan
serta kegiatan-kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan tidaklah
statis melainkan akan selalu berubah seiring dengan perubahan dan perkembangan
jaman.
Itulah sebabnya, pendidikan senantiasa
memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan sejalan dengan semakin tingginya
kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat. Dan ketika kita berbicara tentang
perbaikan dan peningkatan pendidikan, maka sekolah sebagai sentral dan wadah
pendidikan adalah salah satu elemen penting yang harus mendapatkan perhatian
secara lebih serius dan bersungguh-sungguh.
Dalam hal ini, sekolah sebagai institusi
(lembaga) pendidikan yang merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan,
memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah adalah
tempat yang bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan
berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan. Oleh karena
itu, sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan.
Lebih dari itu, kegiatan inti organisasi
sekolah adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan
lulusan yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serta
pada gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada
pembangunan bangsa. Selanjutnya sekolah juga dipandang sebagai suatu organisasi
yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas
hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial masyarakat
bangsa, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu dikelola, dimenej, diatur,
ditata, dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil
secara optimal. (Nanang Fattah, 2003 : 1-2).
Manajemen adalah suatu usaha, merencanakan,
mengorganisir, mengarahkan, mengkordinir serta mengawasi kegiatan dalam suatu
organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Sedangkan
Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani
dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan,
melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Jadi bias
disimpulkan bahwa manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses dengan
menggunakan berbagai sumber daya untuk melakukan bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.
Dasar manajemen pendidikan Islam ada dalam
beberapa ayat Al-Qur’an seperti dalam surat At-Taubah ayat 122, dan dalam
hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Selain itu, dalam
Negara Indonesia juga mengatur tentang manajemen pendidikan, yakni UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan dalam Pasal 30 ayat 1
dan 2.
Tujuan manajemen pendidikan Islam adalah
agar segenap sumber, peralatan ataupun sarana yang ada dalam suatu organisasi
tersebut dapat digerakkan sedemikian rupa sehingga dapat menghindarkan sampai
tingkat seminimal mungkin segenap pemborosan waktu, tenaga, materil, dan uang
guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Ruang lingkup praktik manajemen pendidikan
Islam meliputi manajemen kelembagaan dan program pendidikan Islam serta aspek
spirit Islam melekat pada setiap aktivitas pendidikan. Sedangkan mengenai
prinsip manajemen pendidikan Islam setidaknya ada 14, diantaranya; pembagian kerja, kejelasan dalam wewenang dan
tanggung jawab, disiplin, kesatuan komando, kesatuan arah, lebih
memprioritaskan kepentingan umum/organisasi daripada kepentingan pribadi,
pemberian kontra prestasi, sentralisasi, rantai skalar, tertib, pemerataan,
stabilitas dalam menjabat, inisiatif, dan semangat kelompok.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya
yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat
keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan
orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Banyak sekali para ulama di bidang manajemen
yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen diantaranya adalah Mahdi bin
Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu di antaranya adalah Fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam
telah bisa melaksanakan tugasnya dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di
atas, terhindar dari semua ungkupan sumir yang menyatakan bahwa lembaga
pendidikan Islam dikelola dengan manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang
tepat. Maka tidak akan ada lagi lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan
Zaman, tidak teroganisir dengan rapi, dan tidak memiliki sisten kontrol yang
Total Quality Management (TQM) adalah suatu
pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu
organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan
untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan MMT
Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan
berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh
semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga
pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan
melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit
Layanan Jasa, yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa,
maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1) Pelanggan internal :
guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan
eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang
tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan
baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha)
Peningkatan kualitas
merupakan salah satu prasyarat agar kita dapat memasuki era globlalisasi yang
penuh dengan persaingan. Untuk itu peningkatan kualitas layanan merupakan salah
satu cara dalam meningkatkan mutu pendidikan agar dapat survive dalam era
global. Secara langsung peningkatan kinerja suatu lembaga pendidikan akan
berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan konsumen/pelanggan eksternal ataupun
internal.
Manajemen berbasis sekolah pada intinya
adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan
perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen
berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan
(stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan
kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran
pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya
sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya
MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan Pemerataan Pendidikan.
Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi
peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan
inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam
pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada
siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara
optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak
semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.
Berdasarkan dari uraian dari lembar pertama dan
terakhir, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa konsep pendidikan yang berpola
Manajemen Berbasis Madrasah adalah
konsep yang menggali potensi yang ada di masyarakat dan lingkungan pendidikan.
MBM merupakan salah satu uapaya pemerintah untuk
mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam hal penguasaan ilmu dan teknologi. Dan tujuan utama MBM ( manajeman berbasis madrasah )
adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Dalam
berimplementasi MBM/MBS menuntut dukungan
tenaga kerja professional, trampil, dan berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang
produktif. Khususnya kepala sekolah, guru, calon guru dan dewan
sekolah/madrasah serta tokoh masyarakat yang bertanggung jawab dan terlibat secara langsung dalam
pelaksanaan pendidikan di Madarasah.
Departemen Agama
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi
Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002.
Dedi Supriadi, Satuan
Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT Remaja Rusda karya; Bandung 2004.
Departemen Agama
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi
Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 2
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan
Dasar dan Menengah, PT remaja rusda karya; 2004. Hal 18
Departemen Agama Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah
Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada
Madrasah, 2002, Hal: 6
Departemen Agama Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah
Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada
Madrasah, 2002, Hal: 7
Ali,
M. Natsir, Dasar-dasar Ilmu Mendidik,
Jakarta: Mutiara, 1997.
Arifin, Muzayin, filsafat Pendidikan Islam, Cet. 1,
Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Fatah,
Nanang , Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008..
Manaf, H. Sofwan, Pola Manajemen
Penyelenggaraan Pondok Pesantren, Jakarta, Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Depag RI., 2001.
Marribah, Ahmad D., Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, Cet. 5; Jakarta : Bumi aksara, 1997.
Martoyo, Susilo, Pengetahuan
Dasar Manajemen dan Kepemimpinan, Yogyakarta : BPFE, 1988.
Muhaimin, dkk, Manajemen
Pendidikan Islam “Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
cet. 2; Jakarta ; Kencana, 2010.
Qomar
, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2008.
Soetomo, Hendiat., Sumanto, Wasti,
Pengantar Operasional Administrasi Sekolah, Surabaya: Usaha Nasional, 1982.
Sulistyorini,
Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: elKAF, 2006.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam, Cet. Ke-4 : Bandung;Remaja Rosda Karya, 2001.
Veithzal Rivai, Manajemen Sumber
Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek. Cet 1; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Cet.
3; Jakarta:Ghalia Indonesia, 1987.
Sondang P Siagian, Filsafah
Administrasi, CV Masaagung, Jakarta, 1990
Didin Hafidudin dan Hendri
Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003.
Mahdi bin Ibrahim, Amanah
dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
Made Pidarta, Manajemen
Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.
George R Terry, Prinsip-prinsip
Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
Robbin dan Coulter, Manajemen
(edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007
UU sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003
Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM
dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Siswanto, Pengantar
Manajemen. (Jakarta: PT. Bumi Aksara Sallis, 2007).
Edward, Total
Quality Management in Education. (Jogjakarta: Ircisod, 2011).
Moenir, Manajemen
Pelayanan Umum di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
George Terry,
Dasar-Dasar Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
Fandy Tjiptono,
Manajemen Jasa. (Yogyakarta: Andi. 2000).
Vincent
Gaspersz, Total Quality Management. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2005).
Mulyasa
E, Manajemen Berbasis Madrasah, (PT
Remaja Rosdakarya., Bandung, 2004).
BPPN
dan Bank Dunia, School Based Manajemen, Jakarta 1999.
Suyanto,
Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah, (Wonosobo: Makalah SMK 2 Wonosobo,
2008
Direktorat
Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta:
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2008).
Langganan:
Postingan (Atom)