Minggu, 02 November 2014

Contoh Makalah Manajemen



Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
Manajement Pendidikan





STAIS DHARMA KUSUMA



Mata Kuliah : Manajement Pendidikan
Dosen : Dr. Sarwo Edy, S.Ag., MM
Oleh  : Amelina Rabbani Azra


Jl. KH. Hasyim Asy’ari No 1 / 1 Segeran Kidul Kec. Juntinyuat
Kab. Indramayu 45282




Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgKata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Manajemen Pendidikan, yaitu pembuatan makalah mengenai Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Islam, Prinsip – Prinsip Dasar Manajemen Pendidikan Islam, Fungsi – Fungsi Manajemen Pendidikan Islam, Total Quality Manajemen, Manajemen Berbasis Sekolah / Madrasah, da Sistem Informasi Manajemen Berbasis Sekolah.
Meskipun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan, saya menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, segala  kritik dan saran yang diberikan akan saya sambut dengan kelapangan hati guna perbaikan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembacanya.
19 Oktober 2014
Penulis

























Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgPendahuluan

Dunia Islam pada saat ini tengah menghadapi berbagai gejolak kehidupan umat sebagai buah perkembangan pemikiran umat yang semakin dinamis dan kritis disertai arus globalisasi yang semakin merajalela yang dominan mempengaruhi pola pikir umat. Isu-isu miring terkait perilaku umat Islam semisal isu terorisme, secara tidak langsung telah turut serta memberikan perspektif buram terhadap eksistensi umat Islam. Gejolak politik yang selalu diikuti kerusuhan di beberapa negara Timur Tengah yang identik sebagai pusat umat Islam di dunia juga tak kalah telah memberikan warna buram lain terhadap umat Islam di dunia. Tentu hal ini harus disikapi secara arif oleh setiap umat Islam yang peduli dengan keberadaan umat Islam di dunia saat ini. Misi rahmatan lil’alamin sebagai patokan eksistensi keberislaman tentu tetap harus menjadi indikator utama dalam
mengimplementasikan pemahaman keberislaman tersebut.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia tentu tidak lepas dari pencitraan umat Islam itu sendiri, sebab bagaimanapun perilaku umat Islam di Indonesia juga menjadi salah satu fokus perhatian masyarakat dunia. Pasca kejatuhan orde baru yang melahirkan orde reformasi, umat Islam di Indonesia dituntut untuk dapat berkiprah dalam melakukan perubahan
terhadap kondisi bangsa Indonesia yang sedang terpuruk. Pemahaman secara benar tentang arti reformasi patut dicermati secara bijak agar tidak melahirkan kebebasan berdemokrasi yang kebablasan yang justru mencederai norma-norma demokrasi itu sendiri.

Gerakan reformasi yang telah berlangsung selama lebih dari 12 tahun di Indonesia secara umum menyangkut tuntutan diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk didalamnya tuntutan pembaharuan dalam bidang pendidikan. Pembaharuan dalam bidang pendidikan merupakan langkah strategis untuk mengobati krisis multi dimensi yang kini tengah melanda perikehidupan bangsa, sebab pendidikan diyakini merupakan wahana ampuh dan obat yang mujarab untuk membawa bangsa dan negara Indonesia terlepas dari krisis multi dimensi yang berkepanjangan dan menjadi negara maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional.

Keyakinan akan hal tersebut senada dengan apa yang dilontarkan Malik Fajar dalam tulisannya yang dimuat dalam Mimbar Pendidikan (2001 : 41) yang menyatakan : Keyakinan bahwa pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional, boleh dikatakan tidak ada keraguan lagi. Sampai-sampai John Nasbit dan Particia Aburdence, melalui “Megatrend 2000”, mengatakan : Tepi “Asia Pasifik” telah memperlihatkan, negara miskin pun bangkit, tanpa sumber daya alam melimpah asalkan negara melakukan investasinya yang cukup dalam hal sumber daya manusia.

Oleh karena itu, katanya lebih lanjut : “terobosan yang paling menggairahkan dari abad ke-21 bukan karena teknologi, melainkan karena konsep yang luas tentang apa artinya manusia itu”. Maka, mendiskusikan “pendidikan sebagai praksis pembangunan bangsa”, meskipun terasa “klise” namun tetap menarik dan penuh makna. Lebih-lebih di tengah-tengah suasana krisis multi dimensi yang
berkepanjangan melanda bangsa dan negara, dimana peran pendidikan ikut dipertanyakan, bahkan “digugat”.

Bagaimanapun, krisis multi dimensi yang tengah melanda bangsa Indonesia ini sebagaimana dikatakan Tilaar (2000 : v) telah membawa hikmah, yaitu kita belajar dari kekeliruan-kekeliruan masa lalu. Salah satu hikmah yang kita peroleh dari masa krisis adalah munculnya kesadaran tentang betapa pentingnya arti pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa.

Selanjutnya Tilaar (2000 : 1) juga mengungkapkan bahwa di dalam masa krisis dewasa ini ada dua hal yang menonjol berkaitan dengan pendidikan, yaitu : pertama bahwa pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan hidup manusia di dalam segala aspeknya yaitu politik, ekonomi, hukum, dan kebudayaan ; dan kedua bahwa krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini merupakan pula refleksi dari krisis pendidikan nasional.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
Diakui atau tidak, salah satu faktor yang dianggap oleh sebagian pihak sebagai penyebab keterpurukan bangsa ini adalah karena krisis mental, moralitas, dan etika yang melanda bangsa ini. Dan ketika kita berbicara tentang mental, moralitas dan etika, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari pendidikan, sebab pendidikan sebagai salah satu elemen pembangunan bangsa, adalah yang secara langsung berkaitan dengan pembangunan mental, moralitas dan etika masyarakat (peserta didik). Hasil pendidikan mencerminkan keadaan pribadi dan masyarakat. Jika kini kita mengeluh tentang kualitas dan perilaku peserta didik atau masyarakat kita, maka tentulah ada yang salah dalam pendidikan kita, baik kesalahan tersebut kita lemparkan pada kecanggihan iptek atau revolusi informasi dan semacamnya, maupun karena kegagalan kita dalam mendidik atau bahkan memahami apa yang kita maksud dengan pendidikan. Demikian disampaikan Quraish Shihab dalam salah
satu tulisannya yang dimuat Mimbar Pendidikan bertajuk “Pendidikan Agama, Etika dan Moral” (2001 : 19).

Munculnya kesadaran tentang arti pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa yang akan datang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat dan juga pemerintah bagi terciptanya perbaikan, perkembangan, dan kemajuan dunia pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Diantara bukti nyata akan hal tersebut adalah dengan lahirnya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang pengembangan pendidikan di Indonesia, diantaranya dengan lahirnya Undnag-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sisitem pendidikan nasional dan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Lahirnya peraturan perundang-undangan yang secara konsen mengatur tentang pendidikan tidak serta merta merubah kondisi pendidikan di Indonesia menjadi lebih maju. Faktanya masih banyak kendala yang harus dihadapi, salah satunya adalah kelemahan moralitas dari pelaku manajerial pendidikan. Diakui atau tidak, perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme pasca runtuhnya orde baru tidak turut runtuh, namun malahan cenderung semakin menyebar pada berbagai instansi, termasuk instansi pendidikan. Anggaran besar yang disediakan pemerintah tentu menjadi suatu kesia-siaan jika dalam prakteknya tidak mencapai sasaran dan banyak dikorupsi oleh berbagai elemen yang terkait dalam manajemen pendidikan itusendiri.

Beberapa kenyataan tersebut diatas tentu menjadi suatu pertanyaan besar bagi kita kenapa para manajer yang tidak sedikit diantaranya beragama Islam dan berpendidikan yang notabene mengetahui dan memahami akhlak mulia, moral, dan kesusilaan, justru terjerumus ke dalam lembah hitam yang sesungguhnya sangat bertentangan dengan essensi kepemimpinan sebagai suatu amanah.

Tentu saja walaupun ini bukan menjadi gambaran secara umum dari kondisi para manajer pendidikan kita, tapi dari beberapa kasus tertentu inilah kita harus banyak mengambil pelajaran berharga.

Berangkat dari pemikiran di atas, maka pada dasarnya seorang manajer pendidikan dituntut memiliki prinsip yang kokoh dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Sekolah sebagai institusi terdepan dalam melaksanakan proses pembelajaran haruslah dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki prinsip yang kokoh agar tidak mudah tergoda oleh peluang-peluang kecurangan dan pengkhianatan yang pasti akan muncul ketika akan merealisasikan sebuah program,
apalagi jika program itu berkaitan dengan sejumlah anggaran yang besar. Oleh karena itu, disinilah pentingnya bagi para manajer pendidikan memahami prinsip - prinsip manajemen pendidikan Islam untuk diterapkan dalam konteks persekolahan.


Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgDalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan (Didin dan Hendri, 2003:1). Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
Makalah sederhana ini akan membahas tentang pengertian dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam, sebagai pengantar diskusi pekuliahan Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldul Bogor.
Dalam melaksanakan tugasnya menurut Isjoni (2009:1) Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdiannya. Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru didalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada sisi- sisi kelemahan guru, hal itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada sistem yang berlaku, baik disengaja ataupun tidak, akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi. Dari keterangan tersebut dapat difahami bahwa ketidakmampuan guru dalam melaksanakan pembelajaranmenjadi masalah yang akan selalu diperhatikan. Baik atau tidaknya pelaksanaan pembelajaran yang bisa dilakukan oleh guru atau disebut dengan kinerja guru menentukan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Posisi guru yang sangat menentukan pembelajaran akan selalu menjadi perhatian semua orang. Selanjutnya Isjoni (2009:1) menjelaskan Bila kita amati di lapangan, bahwa guru sudah menunjukan kinerja maksimal di 61 ISSN 1412-565X dalam menjalan tugas dan fungsinya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Akan tetapi barangkali masih ada sebagian guru yang belum menunjukkan kinerja baik, tentunya secara akan berkontribusi terhadap kinerja guru secara makro. Pada umumnya guru telah melakukan dan berusaha untuk melakukan pembelajaran yang baik, tetapi kondisi guru yang tidak semuanya bisa melaksanakan pembelajaran baik menjadikan kinerja umum guru masih tampak kurang baik. Seorang kepala sekolah sebagai manajerial dituntut mampu memiliki kesiapan dalam mengelola sekolah. Kesiapan yang dimaksud adalah berkenaan dengan kemampuan manajerial kepala sekolah sebagai seorang pimpinan. Kemampuan manajerial yang dimaksudkan di sini adalah berkenaan dengan kemampuannya dalam membuat perencanaan (planning), mengorganisasikan (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).

Dengan kemampuan semacam itu, diharapkan setiap pimpinan mampu menjadi pendorong dan penegak disiplin bagi para karyawannya agar mereka mampu menunjukkan produktivitas kerjanya dengan baik. Berangkat dari konsep Hersey (dalam Sumidjo, 2002: 99) yang menyatakan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas manajerial diperlukan tiga macam bidang keterampilan, yaitu: technical, human dan conceptual. Dengan memiliki ketiga keterampilan dasar tersebut di atas, kepala sekolah dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketentuan, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan yang bermutu. Maka dari itu kemampuan manajerial kepala sekolah ditandai oleh kemampuan untuk mengambil keputusan (decision making) dan tindakan secara tepat, akurat dan relevan. Ketiga kemampuan manajerial kepala sekolah tersebut ditandai dengan kemampuan dalam merumuskan program kerja, meng-koordinasikan pelaksanaan program kerja, baik dengan dewan guru maupun dengan yang lainnya yang terkait dalam pendidikan suatu kemampuan dalam melakukan evaluasi terhadap program kerja sekolah yang telah dilaksanakan.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
Menurut Anwar dan Amir (2002) menyatakan bahwa : Kepala sekolah sebagai salah satu kategori administrator pendidikan perlu melengkapi wawasan kepemimpinan pendidikannya dengan pengetahuan dan sikap yang antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk perkembangan kebijakan makropendidikan.

Hal yang paling aktual saat ini yang merupakan wujud dari perubahan dan perkembangan adalah makin tingginya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, dan gencarnya tuntutan kebijakan pendidikan yang meliputi peningkatan aspek-aspek pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi dan relevansi. Sehubungan dengan aspek-aspek pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi dan relevansi tersebut, penguasaan teknologi informasi (TI) dalam bidang pengelolaan administrasi mutlak diperlukan dalam manajemen sekolah. Pengolahan administrasi yang dilakukan secara manual banyak sekali kelemahan antara lain menyita waktu dan lambat dalam prosess penyampaianya, maka seiring dengan kemajuan teknologi terutama tekhnologi informasi dimana internet tercakup di dalamnya diterapkan sangat perlu dan mendesak untuk merubah pengelolaan data secara manual ke arah pengelolaan digital.















1.      Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Kata “Manajemen” saat ini sudah banyak dikenal di Indonesia, baik di lingkungan swasta, perusahaan, maupun pendidikan. Demikian pula seminar tentang manajemen telah muncul dimana-mana bak jamur dimusim hujan. Berdasarkan kenyataan-kenyataan ini menunjukkan manajemen telah diterima dan dibutuhkan kehadirannya di masyarakat.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan  alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).
Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktip. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Banyak penulis yang telah berusaha untuk memberikan definisi atau batasan tentang pengertian manajemen. Berikut ini beberapa defenisi tentang manajemen sebagai berikut:
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg1.      Sukanto Reksohadipprodjo, “Manajemen adalah suatu usaha, merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkordinir serta mengawasi kegiatan dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
2.      Marry Papker Follett, “Manajemen sebagai seni untuk mendapatkan sesuatu melalui sikap dan keterampilan tertentu.
3.      James A.F. Stoner mengemukakan bahwa manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4.      Manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efisien, efektif dan produktif dalam mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka manajemen dapat diartikan sebagai suatu proses dengan menggunakan  sumber daya manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai suatu tujuan.

Adapun Pendidikan dapat diartikan secara sempit, dan dapat pula diartikan secara luas. Secara sempit pendidikan dapat diartikan: “bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa. Sedangkan penidikan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan pengembangan manusia, yaitu upaya mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai bagi anak didik., sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan itu menjadi bagian kepribadian anak yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat.

Pengertian pendidikan tersebut di atas masih bersifat umum. Adapun pendidikan Islam dapat diartikan sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

Istilah membimbing, mengarahkan dan mengasuh serta mengajarkan dan melatih, mengandung pengertian usaha mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran, sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai ajaran Islam.

Pendidikan Islam juga berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut Muhaimin, ia mengemukakan pengertian Pendidikan Islam dalam dua aspek, pertama pendidikan Islam merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Kedua, pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari  dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.

Pengertian manajemen dan pendidikan Islam telah tersebut diatas. Sedangkan Manajemen pendidikan Islam menurut para pakar diantaranya ialah; Sulistyorini menulis bahwa manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses penataan/pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumberdaya manusia muslim dan non manusia dalam menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.

Sementara  itu Mujamil Qomar mengartikan sebagai suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber balajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.[1][10] Manajemen harus mengutamakan pengelolaan secara Islami, sebab disinilah yang membedakan antara manajemen Islam dengan menejemen umum.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat di definisikan bahwa manajemen pendidikan Islam sebagai suatu proses dengan menggunakan  berbagai sumber daya untuk melakukan bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
2.      Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan Islam

Dasar manajemen pendidikan Islam secara garis besar ada 3 (tiga) yaitu: Al-Qur’an, As-Sunnah serta perundang-undang yang berlaku di Indonesia.

1.      Al-Qur’an

Banyak Ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa menjadi dasar tentang manajemen pendidikan Islam. Ayat-ayat tersebut bisa dipahami setelah diadakan penelaahan secara mendalam. Di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar manajemen pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (QS. At-Taubah: 122).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam menegaskan tentang pentingnya  manajemen, di antaranya manajemen pendidikan, lebih khusus lagi manajemen sumber daya manusia.

3.      As-Sunnah

Rasulullah SAW adalah juru didik dan beliau juga menjunjung tinggi terhadap pendidikan dan memotivasi umatnya agar berkiprah dalam pendidikan dan pengajaran. Rasulullah SAW bersabda:

Barang siapa yang menyembunyikan ilmunya maka Allah akan mengekangnya dengan kekang berapi ( HR. Ibnu Majah).

Berdasarkan pada hadits di atas, Rasulullah SAW memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan. Di samping itu, beliau juga punya perhatian terhadap manajemen, antara lain dalam sabda berikut:

4.      Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan dalam Pasal 30 ayat 1 bahwa: “Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundangundangan”.

Disebutkan pula dalam Pasal 30 ayat 2 bahwa “Pendidikan keagamaan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama”.

5.      Tujuan Manajemen Pendidikan Islam

Manajemen pendidikan adalah manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan. Dalam arti ia merupakan seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Bisa juga diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efesien. Manajemen pendidikan lebih bersifat umum untuk semua aktifitas pendidikan pada umumnya, sedangkan manajemen pendidikan lebih khusus lagi mengarah pada manajemen yang diterapkan dalam pengembangan pendidikan Islam. Dalam arti bagaimana menggunakan dan mengelola sumber daya pendidikan Islam secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pengembangan, kemajuan dan kualitas proses dan hasil pendidikan Islam itu sendiri. Sudah barang tentu aspek manager dan leader yang Islami atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam dan/atau yang berciri khas Islam, harus melekat pada manajemen pendidikan Islam.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
Dalam menjalankan setiap kegiatan tentunya dibutuhkan suatu usaha yang efisien dan ekonomis karena alasan tersebut begitu dipegang teguh dalam setiap sistem organisasi. Dengan kata lain tingkat pemborosan atau penyalahgunaan sangatlah bertolak belakang dengan prinsip-prinsip organisasi.

Dengan mengetahui identitasnya dan juga kebutuhan tentang manajemen tentu akan dapat menentukan apa tujuan manajemen itu sendiri. Mengingat manajemen sebenarnya adalah alat dari suatu organisasi, maka adanya alat tersebut tentunya memiliki tujuan.

Lembaga pendidikan Islam bisa dikategorikan sebagai lembaga industri mulia (nobel industri) karena mengembang misi ganda yaitu profit sekaligus sosial. Misi profit yaitu, untuk mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektifitas dana bisa tercapai, sehingga pemasukan (income) lebih besar daripada biaya operasional. Misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki modal human-capital dan social capital yang memadai dan juga memiliki tingkat keefektifan dan efisiensi yang tinggi. Itulah sebabnya mengelola lembaga pendidikan Islam tidak hanya dibutuhkan profesionalisme yang tinggi, tetapi juga misi niat suci dan mental berlimpah, sama halnya dengan mengelola noble industry yang lain, seperti rumah sakit, panti asuhan, yayasan sosial, lembaga riset atau kajian dan lembaga swadaya masyarakat.

Sumber daya pendidikan Islam itu setidak-tidaknya menyangkut peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan (termasuk di dalamnya tenaga adminstrasi), kurikulum atau program pendidikan, sarana/prasarana, biaya keuangan, informasi, proses belajar mengajar atau pelaksanaan pendidikan, lingkungan, output dan outcome serta hubungan kerjasama/kemitraan dengan stakeholder dan lain-lain, yang ada pada lembaga-lembaga pendidikan Islam.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen pendidikan Islam adalah agar segenap sumber, peralatan ataupun sarana yang ada dalam suatu organisasi tersebut dapat digerakkan sedemikian rupa sehingga dapat menghindarkan sampai tingkat seminimal mungkin segenap pemborosan waktu, tenaga, materil, dan uang guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

6.      Ruang Lingkup Praktik Manajemen Pendidikan Islam

Sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh Muhaimin, bahwa manajemen pendidikan Islam merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan dengan hasrat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Dalam praktiknya di indonesia pendidikan Islam setidak-tidaknya dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis, yaitu:

1.      Pondok Pesantren atau Madrasah Diniyah, yang menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di sebut sebagai pendidikan kegamaan (Islam) formal, seperti pondok pesantren/Madrasah Diniyah (Ula, wustha, ‘Ulya, dan Ma’had ‘Ali).
2.      PAUD/RA, BA, TA, Madrasah da pendidika lanjutan seperti IAIN, STAIN atau Universitas Islam Negeri yang bernaung di bawah Kementerian Agama.
3.      Pendidikan Usia dini, RA, BA, TA, sekolah/perguruan tinggi yang diselenggaraakan di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam.
4.      Pelajaran agama Islam di sekolah/ madrasah/perguruan tinggi sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah, dan atau sebagai program studi; dan
5.      Pendidikan Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, dan/atau di forum-forum kajian keislaman, majelis taklim, dan institusi-institusi lainnya yang sekarang sedang digalakkan oleh masyarakat, atau pendidikan (Islam) melalui jalur pendidikan nonformal, dan informal.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
Ruang lingkup praktik manajemen pendidikan Islam dalam definisi kedua yang dikemukakan oleh Muhaimin, yaitu sistem pendidikan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Dalam pengertian ini pendidikan Islam  dapat juga mencakup;
1.      Pendidik/guru/dosen kepala Madrasah/sekolah atau pimpinan perguruan Tinggi dan / atau tenaga kependidikan lainnya yang melakukan dan mengembangkan aktivitas kependidikannya disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
2.      Komponen-komponen pendidikan lainnya seperti tujuan, materi/bahan ajar, alat/ media/ sumber belajar, metode, evaluasi, lingkungan/konteks, manajemen dan lain-lain yang disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam atau yang bercirikhas Islam.

Dengan demikian lingkup praktik manajemen pendidikan Islam meliputi manajemen kelembagaan dan program pendidikan Islam serta aspek spirit Islam melekat pada setiap aktivitas pendidikan.

B.   Prinsip – Prinsip Manajement Pendidian Islam dalam konteks Persekolahan.    

Pentingnya prinsip-prinsip dasar dalam praktik manajemen antara lain:
1) menentukan cara/metode kerja;
2) pemilihan pekerja dan pengembangan keahliannya;
3) pemilihan prosedur kerja;
4) menentukan bata-batas tugas;
5) mempersiapkan dan membuat spesifikasi tugas;
6) melakukan pendidikan dan latihan;
7) menetukan sistem dan besarnya imbalan.

Semua itu dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas kerja.

Dalam kaitannya dengan prinsip dasar manajemen, Fayol mengemukakan sejumlah prinsip seperti yang dikutip oleh Nanang Fatah, yaitu : pembagian kerja, kejelasan dalam wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan komando, kesatuan arah, lebih memprioritaskan kepentingan umum/organisasi daripada kepentingan pribadi, pemberian kontra prestasi, sentralisasi, rantai skalar, tertib, pemerataan, stabilitas dalam menjabat, inisiatif, dan semangat kelompok. Keempat belas prinsip dasar tersebut dijadikan patokan dalam praktik manajerial dalam melakukan manajemen yang berorientasi kepada sasaran (Management by Objectives {MBO}), manajemen yang berorientasi orang (Managemnet by People {MBP}), manajemen yang berorientasi kepada struktur (Management by Technique {MBT}), dan manajemen berdasarkan informasi (Management by Information {MBI}) atas Management Information System {MIS}.

Hendiat Soetomo dan Wasti Sumanto mengemukakan tentang prinsip Manejemen Pendidikan Dengan menganut pola administrasi pendidikan modern yang berprinsip pada demokrasi dengan ciri penghargaan terhadap potensi manusia, maka prinsip manajemen pendidikan atau sekolah hendaknya:

1.       Desentralisasi sistem dan anggota staf.

Yang dimaksud prinsip ini adalah otoritas dan tanggungjawab serta tugas yang harus didelegasikan dalam konteks kerangka kerja policy yang diadopsikan di sekolah.

2.      Mempertinggi penghargaan terhadap personal

Personal yang terikat dalam unit kerja harus diperhitungkan dan dihargai oleh pimpinan yang disesuaikan dengan otoritas, dan tanggungjawab serta tujuan dan wewenang yang dilimpahkan kepada personal tersebut.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
3.      Perkembangan dan pertumbuhan personal sekolah secara optimal

Mengembangkan dan menumbuhkan kemampuan serta keterampilan personal secara optimal. Dengan kata lain masing-masing personal sekolah harus bisa menampilkan potensinya dengan semaksimal mungkin.

4.      Perlibatan personal

Setiap personal kerja sekolah senantiasa dilibatkan dari mulai perencanaan pengorganisasian dan pengawasan sehingga semuanya menjadi tanggungjawab bersama.
     
      Tambahan :
Oleh : Agus Fakhruddin

Persoalan manajemen termasuk salah satu persoalan yang sangat mendasar dalam pengembangan sebuah organisasi. Maju dan mundurnya sebuah organisasi akan sangat ditentukan oleh baik atau buruknya manajemen yang ada di dalamnya. Dalam konteks budaya global saat ini, dimana teori-teori dan praktik-praktik manajemen mengalami kemajuan yang pesat membutuhkan prinsip-prinsip dasar manajemen yang selaras dengan karakter dan ideologi organisasi yang bersangkutan. Sekolah sebagai suatu organisasi pendidikan, terutama sekolah-sekolah yang berada di bawah kelembagaan pendidikan Islam atau di bawah pengelolaan orang-orang Islam dituntut untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan budaya global, termasuk perkembangan ilmu manajemen, namun juga tidak boleh melupakan akar idelogi yang menjadi dasar keberagamaan. Oleh karena itu, sekolah dituntut mampu memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan Islam pada organisasi yang dikelolanya agar organisasi yang dikelolanya itu tidak tergerus kepada praktek-praktek manajerial yang terkadang terlalu fokus dengan kepentingan keduniawian dengan melupakan nilai-nilai Ilahiyah. Beberapa diantara prinsip-prinsip manajemen pendidikan Islam tersebut adalah ikhlas, jujur, amanah, adil, dan tanggung jawab.

LIMA PRINSIP DASAR MANAJEMEN ISLAM

1.      Prinsip Mardhatillah, yaitu prinsip mencari keridhaan Allah, segala sesuatu  hendaknya dimulai dengan niat karena Allah dengan mengharapkan sidhoNya.
2.      Prinsip Muhshinin, yaitu prinsip pilihan alternatif yang lebih baik, kalau diperhadapkan pada dua pilihan atau lebih tentang kebajikan, maka pilihlah yang terbaik.
3.      Prinsip as-shobru wa ginanul nafs, yaitu prinsip sabar dan memulyakan hati, kekayaan yang hakiki adalah kemulyaan hati.
4.      Prinsip Ittihad wa as-silaturahim, prinsip persatuan dan silaturahim, mengagungkan silaturahim berarti mewujudkan akhlak Islami.
5.      Prinsip syiar al-Islam, yaitu prinsip keteladanan dengan menunjukkan prilaku yang Islami dimanapun berada.
C. Fungsi-fungsi manajemen Pendidikan
Manajemen  adalah merupakan  bagian dari proses pemanfaatan semua sumber daya melalui orang lain, serta bekerja sama dengannya, Proses ini dilaksanakan  untuk satu  tujuan bersama dengan  efektif,  serta efesien juga  produktif.

Manajemen yang ada  sekolah atau madrasah bisa  diberi makna dari beberapa sisi sebagai berikut:
a. Manajemen pendidikan  adalah sebagai kerja sama untuk mencapai tujuan
b. Manajemen Pendidikan sebagai  bagian dar proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu
c. Manajemen pendidikan  merupakan suatu sistem
d. Manajemen pendidikan sebagai  bagian dari upaya pendayagunaan sumber-sumber yang     ada  untuk mencapa tujuan pendidikan.
e. Manajemen Pendidikan sebagai  bagian kepemimpinan manajemen.
f. Manajemen pendidikan sebagai proses  untuk pengambilan keputusan
g.Manajemen pendidikan dalam pengertian yang sempit  diartikan sebagai kegiatan ketatausahaan.

Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgDalam aplikasinya, peranan manajemen sangatlah  ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen. Fungsi-fungsi inilah yang menjadi bagian  inti dari manajemen itu sendiri, fungsi –fungsi manajemen menurut ramayulis adalah sebagai berikut:

a.Perencanaan (Planing)

Perencanaan adalah langkah pertama yang harus benar-benar dilaksanakan  oleh manajerjuga  para pengelola pendidikan Islam, sebab sistem perencanaan yang meliputi tujuan, dan sasaran, serta target pendidikan Islam harus didasarkan pada situasi dan kondisi sumber daya yang dipunyai. DiDalam menetapkan  perencanaan perlu diadakan penelitian terlebih dahulu secara seksama juga  akurat.
Kesalahan didalam  menetukan perencanaan pada Pendidikan Islam akan berakibat sangatlah fatal bagi keberlangsungan pendidikan Islam itu sendiri. Perencanaan tersebut harus tersusun secara rafi dan sisitematis, juga rasional. Agar muncul pemahaman yang sangat mendalam terhadap perencanaan itu sendiri.

Pemahaman yang demikian bisa  diambil makna yang tersirat dari firman Allah sebagai berikut:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah pada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al –Hasyr :18)

Perencanaan pada  pendidikan Islam bukan hanya diarahkan pada  kesempatan dan pencapaian  kesempurnaan dan pencapaian kebahagian di dunia semata namun lebih jauh dari itu  diarahkan pula kepada kesempurnaan ukhrawi secara berimbang.

Dalam manajemen Pendidikan Islam perencanaan itu meliputi:
- penelitian prioritas agar  supaya pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, sesuai  dgn  prioritas kebutuhan supaya  melibatkan semua  komponen yang terlibat langsung dalam proses pendidikan itu.
- Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan juga  sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil  dari pendidikan.
- Formulasi prosedur sebagai bagian dari tahapan-tahapan  rencana tindakan
- Penyerahan tanggung jawab baik kpd  individu maupun  kelompok-kelompok

            b. pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian darim sistem pendidikan Islam merupakan implementasi dari perencanaan yang telah ditentukan  sebelumnya. Dalam pengorganisasian perlu dilihat semua kekuatan serta sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Sumber daya manusia ditentukan dalam struktur keorganisasian, pola tata cara kerja, prosedur, dan iklim organisasi secara transparan. Dengan demikian dalam aktifitas operasionalnya mampu berjalan dengan teratur juga sistematis.

Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgSebuah organisasi pada  manajemen pendidikan Islam akan  bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan apabila  konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi. Adapun prinsip tersebut adalah:
(1) kebebasan,
(2) keadilan,
(3) musyawarah.

            c. Penggerakan (actualing)

Penggerakan dalam bidang  pendidikan Islam merupakan suatu upaya untuk memyuguhkan arahan  serta bimbingan dan dorongan kepada seluruh SDM dari  personil yang ada di dalam suatu organisasi mampu menjalankan tugasnya dengan penuh  kesadaran yang tinggi.

Dalam ilmu manajemen ada  beberapa istilah yang memiliki pengertian yang sama dengan actuating. Motivating  yaitu usaha memberikan  motivasi kepada seseorang supaya mau melakukan suatau  pekerjaan, directing yaitu ialah  menunjuk orang lain agar supaya  mau melaksanakannya, staffing menyimpan seseorang pada sustu pekerjaan supaya  yang bersangkutan  memiliki kemauan  mengerjakan perbuatan yang  sudah menjadi tanggung jawabnya, leading memberikan bimbingan juga  arahan kepada seseorang sehingga orang tersebut ingin  melaksanakan  pekerjaan tertentu.

Semua pekerjaan tersebut sangat erat kaitannya dengan motivasi. Sedang motivasi  itu adalah inti daripada  actuating itu sendiri . Motivasi adalah inti kaadaan dalam diri seseorang yang  bisa mendorong,  serta mengaktifkan, juga  menggerakan, yang mengarahkan / menyalurkan prilaku  pada  tujuan. Motivasi memiliki kaitan yang  sangat erat dengan niat. Keduanya mempunyai hubungan yang sama-sama  mempengaruhi. Niat dalam Islam memiliki dua fungsi, yaitu:
(1) mengesahkan amal ibadah. Dan
(2) membedakan suatu aktifitas ibadah dengan aktivitas bukan  ibadah . Dengan adanya niat aktivitas daklam  ibadah muncul bukan diarahkan  pada gaji, dan harta, ataupun benda materil lainnya,  akan tetapi diarahkan kepada keridaan Allah SWT.

            d. Pengawasan (controlling)

Pengawasan adalah  merupakan keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa semua  kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan  sebelumnya. Pengawasan dalam manajemen merupakan fungsi  yang terakhir dalam sistem manajemen.

Pengawasan dalam pendidikan Islam merupakan pengawasan yang sangat  komplek, pengawasan material dan pengawasan spiritual, adanya keyakinan bahwa kehidupan ini bukanlah dimonitor oleh seorang  manajer ataupun  atasan saja, namun merasa  langsung diawasi oleh Allah SWT.

      Firman Allah SWT

Katakanlah: "Jikalau kamu Menyembunyikan apa yang ada didalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah akan Mengetahuinya". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi ini  dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S Ali Imran : 29)
 
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgSistem pengawasan atau pengendalian dari sistem manajemen dalam pendidikan Islam adalah tindakan sistematis yang  bisa menjamin bahwa aktivitas operasionalnya bener-benar mengacu pada perencanaan yang sudah  ada. Pengawasan ini bukan hanya berlangsung ketika proses manajemen pendidikan Islam telah selesai. Akan tetapi pengawasan ini senantiasa diberlakukan sejak menetukan perencanaan maupun melaksanakan proses pengorganisasian itu. Hal ini merupakan bagian  pengawasan berlangsung yang senantiasa dilakukan  kapanpun dan dimanapun.
Tambahan :
Oleh : A. Farhan Syaddad dan Agus Salim
Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen pendidikan Islam, maka kami (kelompok 1) akan menguraikan fungsi manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat patal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr : 18 yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسُُ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgMahdi bin Ibrahim (l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
  1. Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan
  2. Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai
  3. Keterkaitan antara fase-fase operasional  rencana dengan penanggung jawab operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai
  4. Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
  5. Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.
Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa dalam Manajemen pendidikan Islam perencanaan itu meliputi :
  1. Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, masyarakat dan bahkan murid.
  2. Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan
  3. Formulasi prosedur sebagai tahap-tahap rencana tindakan.
  4. Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.
2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.
Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan (Didin dan Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla, baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgDari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.
3. Fungsi Pengarahan (directing).
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.
Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun spirituil.
Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgPenelitian ini secara fokus mengkaji kontribusi kemampuan manajerial kepala sekolah dan sistem informasi kepegawaian terhadap kinerja mengajar guru pada sekolah menengah pertama negeri.

Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analisis. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada guru sekolah menengah pertama negeri di Kecamatan Purwakarta yaitu sebanyak 128 guru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan antara kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru pada kategori sedang (45,10%) dan sistem informasi kepegawaian terhadap kinerja mengajar guru pada kategori rendah (61,60%) dan kemampuan manajerial kepala sekolah dan sistem informasi kepegawaian secara bersama-sama terhadap kinerja mengajar guru pada kategori sedang (65,30%).


1.      Definisi TQM
TQM atau Total Quality Management (Bahasa Indonesia: manajemen kualitas total) adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah "suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat."
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen secara sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses Total Quality Management bermula dari pelanggan dan berakhir pada pelanggan pula.
Konsep Total Quality Management berasal dari tiga kata yaitu total, quality, dan management. Fokus utama dari TQM adalah kualitas/ mutu. Mutu sebagai tercukupinya kebutuhan (conformance to requirement).
Kata selanjutnya adalah total, yang dalam bahasa Indonesia sering dipakai kata menyeluruh atau terpadu. Kata total (terpadu) dalam Total Quality Management menegaskan bahwa setiap orang yang berada dalam organisasi harus terlibat dalam upaya peningkatan secara terus menerus.
Unsur ketiga dari Total Quality Management, adalah kata management, yang merupakan konsep awal dari TQM itu sendiri. Ada banyak definisi manajemen yang telah dikemukakan oleh para pakar. Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan.
Menurut Tjiptono, Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan.
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberi kan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran peiunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu, Total Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgMendefinisikan mutu / kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni;[2]
1)  Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
2)  Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
3)  Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini  mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
4)  Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Mutu terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM) dapat didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total (keseluruhan), Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa), Management (tindakan, seni, cara menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan “ (Kid Sadgrove, 1995)[3]
Seperti halnya kualitas, Total Quality Management dapat diartikan sebagai berikut;
1)      Perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa, 1993, p.135).
2)      Sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan  berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33).
3)      Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.[4]
Pengertian lain dikemukakan oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. mengatakan bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya.
Filosofi dasar dari TQM adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen, sebuah organisasi dapat mengalami kesuksesan."
Kendaraan yang digunakan dalam TQM:
  1. Manajemen Harian
  2. Manajemen Kebijakan
  3. Manajemen Cross-functional
  4. Gugus Kendali Mutu
  5. Manajemen Keselamatan Kerja
TQM telah digunakan secara luas dalam manufaktur, pendidikan, pemerintahan, dan industri jasa, bahkan program-program luar angkasa dan ilmu pengetahuan NASA.
2.      Unsur-unsur utama TQM
a)     Fokus pada pelanggan.
b)     Obsesi terhadap kualitas.
c)     Pendekatan ilmiah.
d)     Komitmen jangka panjang.
e)     Kerja sama tim.
f)      Perbaikan sistem secara berkesinambungan.
g)     Pendidikan dan pelatihan.
h)     Kebebasan yang terkendali.
i)      Kesatuan tujuan.
j)      Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.[5]
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg3.      Prinsip-prinsip TQM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM. Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses dan produk.
b)      Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.
c)      Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan.
d)     Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.
Lebih lanjut Bill Creech, 1996, menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.
Lima Pilar TQM :
1)      Produk
2)      Proses
3)      Organisasi
4)      Pemimpin
5)      Komitmen
Produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.[6]
Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1)      Kepuasan pelanggan.
2)      Respek terhadap setiap orang.
3)      Manajemen berdasarkan fakta.
4)      Perbaikan berkesinambungan.[7]
4.      Manfaat Program TQM
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgTQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun bagi staf organisasi.
-          Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:
1)      Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
2)      Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3)      Kepuasan pelanggan terjamin.
-          Manfaat TQM bagi institusi adalah:
1)      Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2)      Staf lebih termotivasi
3)      Produktifitas meningkat
4)      Biaya turun
5)      Produk cacat berkurang
6)      Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
-          Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:
1)      Pemberdayaan
2)      Lebih terlatih dan berkemampuan
3)      Lebih dihargai dan diakui
-          Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang adalah:
1)      Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut (follower)
2)      Membantu terciptanya tim work
3)      Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
4)      Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan
5)      Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
5.      Persyaratan Implementasi TQM
Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1)      Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen puncak.
2)      Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3)      Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4)      Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5)      Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6)      Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7)      Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8)      Merencanakan mutasi program TQM.[8]
6.     TQM dalam Pendidikan
Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan Pengeloaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgDalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa,  yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
Description: http://ichwanfile.files.wordpress.com/2010/11/karakteristiksekolahbermututerpadu.jpg?w=300
Karakteristik Sekolah Bermutu Terpadu
7.    Pengertian, Karakteristik, Dimensi Jasa Pendidikan
1.      Pengertian Jasa Pendidikan
Jasa adalah meliputi segenap kegiatan ekonomi yang menghasilkan output (keluaran) berupa produk atau konstruksi (hasil karya) nonfisik, yang lazimnya dikonsumsi pada saat diproduksi dan memberi nilai tambah pada bentuk (form) seperti kepraktisan, kecocokan/kepantasan, kenyamanan, dan kesehatan, yang pada initnya menarik cita rasa pada pembeli pertama.
Sementara itu, jasa pendidikan merupakan jasa yang bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat modal. Artinya, dubutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khussu dalam bidang pendidikan dan padat modal karena membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap.
2.      Karakteristik Jasa Pendidikan
a.       Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa tidak berwujud seperti produk fisik, yang menyebabkan pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka mengkonsumsinya (menjadi subsistem lembaga pendidikan). untuk menekan ketidak pastina, pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentan kualitas jasa tersebut. Tanda maupun informasi dapat diperoleh atas dasar letak lokasi lembaga pendidikan, lembaga pendidikan penyelenggara, peralatan dan alat komunkasi yang digunakan. Beberapa hal yang akan dilakukan lembaga pendidikan untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan adalah :
1.      Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud
2.      Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan)
3.      Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name);
4.      Memakai nama seseorang yang sudah dikenal unuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgb.      Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Jasa pendidikan tidak dapat terpisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik membeli jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan. Dengan demikian, jasa lebih diutamakan penjualannya secara langsung dengan skala operasi yang terbatas. Oleh Karen itu, lembaga pendidikan dapat menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan pelanggannya (peserta didik).
c.       Bervariasi (Variability)
Jasa pendidikan yang diberikan seringkali berubah-ubah. Hal ini akan sangat tergantung kepada siapa yang menyajikannya, kapan, serta di mana disajikan jasa pendidikan tersebut. Oleh Karen itu, jasa pendidikan sulit untuk mencapai kualitas yang sesuai dengan standar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, lembaga pendidikan dapat melakukan beberapa strategi dalam mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan dengan cara berikut. Pertama, melakukan seleksi dan mengadakan pelatihan untuk mendapatkan SDM jasa pendidikan yang lebh baik. Kedua, membuat standarrisasi proses kerja dalam menghasikan jasa pendidikan dengan baik. Ketiga, selalu memonitor kepuasan peserta didik melalui sistem kotak saran, keluhan, maupun survey pasar.
d.      Mudah Musnah (perihability)
Jasa pendidikan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu atau jasa pendidikan tersebut mudah musnah sehingga tidak dapat dijual pada waktu mendatang. Karakteristik jasa yang cepat musnah bukanlah suatu masalah jika permintaan akan jasa tersebut stabil karena jasa pendidikan mudah dalam persiapan pelayanannya. Jika permintaannya berfluktuasi, lembaga pendidikan akan menghadapai masalh dalam mempersiapkan pelayananya. Untuk itu, diperlukan program pemasaran jasa yang sangan cermat agar permintaan terhadap jasa pendidkan selalu stabil.
3.      Dimensi Kualitas Pelayanan pada Jasa Pendidikan
Kualitas jasa pendidikan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau diterima secara nyata oleh mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharrpkan, pelayanan dapat dikatakan bermutu. Sebaliknya jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu Namun apabila kenyataan sama dengan harapan, maka kualitas pelayanan disebut memuaskan. Dengan demikian, kualitas pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang diterima mereka, dimensi jasa pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)      Bukti Fisik (tangible)
Bukti fisik berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan  yang tercantum dalam pasal  Pasal 42 bab VII Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan yang berisi sebagai berikut :
(1)   Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg(2)   Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
b)        Keandalan (reliability)
Yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera atau cepat, akurat, dan memuaskan.
c)      Daya Tanggap (responsiveness)
Yaitu kemauan/kesediaan para staff untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tanggap.
d)     Jaminan (assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap peserta didik, serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya dan keragu-raguan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi :
(1)   Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[13]
e)      Empati (empathy)
Yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya.
Description: http://ichwanfile.files.wordpress.com/2010/11/dimensikualitaspelayananyangmempengaruiharapandankenyataan.jpg?w=443&h=215
Dimensi kualitas pelayanan yang mempengarui harapan dan kenyataan
Menurut Maxwell ada enam dimensi kualitas jasa pendidikan.
1.      Akses yang berhubungan dengan kemudahan mendapatkan jasa pendidikan yang diperoleh di tempat yang mudah dijangkau pada waktu yang tepat dan nyaman.
2.      Kecocokan dengan timgkat kebutuhan pelanggan, yaitu kecocokan akan profil tingkat pendidikan populasi dan kelompok yang membutuhkannya.
3.      Efektivitas yang berhubungan dengan adanya kemampuan penyaji jasa pendidikan (staf pengajar) untuk melayani atau menciptakan hasil yang diinginkan.
4.      Ekuitas yang berhubungan dengan distribusi sumber-sumber pelayanan lembaga pendidikan yang adil dalam suatu sistem yang didukung secara umum.
5.      Diterima secara social yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, komunikasi dan kebebasan, atau keleluasaan pribadi.
6.      Efesiensi dan ekonomis yang mengacu kepada pengertian layanan terbaik untuk besarnya biaya yang tepat.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgDalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dikatakan berhasil jika :
1.       Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah.
2.       Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
3.       Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan.
4.       Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).

7.    Pendekatan Kualitas Layanan Jasa Pendidikan
Mengevaluasi kualitas layanan jasa pendidikan diperlukan pendekatan yang komperhensif karena jasa pendidikan merupaka jasa yang memiliki karakteristik cukup kompleks dibandingkan jasa lainnya. Karena jasa pendidikan padat modal, investasi bidang pendidikan yang berkualitas dan memiliki value dari pengguna jasa pendidikan. Saat ini memerlukan modal yang sangat besar di samping padat karya (memerlukan tenaga SDM) yang memiliki dedikasi, kapabilitas, maupun skill yang spesifik.
Terdapat dua pendekatan untuk memberikan pelayanan yang bermutu kepada pengguna jasa pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1.      Pendekatan Segitiga Layanan (triangle Service)
Merupakan suatu model interaktif manajemen layanan yang mencerminkan hubungan antara lembaga pendidikan dengan para pengguna jasa pendidikan (siswa/mahasiswa). Model tersebut terdiri dari 3 elemen, yaitu :
a)      Strategi Layanan (Service Layanan)
Suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik-baiknya kepada para pengguna jasa. Strategi layanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau misi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh seluruh individu dalam lembaga pendidikan.
b)     Sumber Daya Manusia yang Memberikan Pelayanan (people)
Dalam hal ini ada tiga kelompok SDM yang memberikan layanan, yaitu SDM kelompok pertama adalah staf pengajar (guru, dosen) yang berhadapan secara langsung dengan pelanggan dalam proses pembelajaran. Kelompok SDM kedua adalah mereka yang menyiapkan sarana proses pembelajaran (alat untuk mempelancar proses pembelajaran) dan kelompok SDM ketiga adalah penjaga keamanan sekolah. Tergolong dalam kelompok manapun, SDM tetap diperlukan untuk memusatkan perhatian pada para pelanggan dengan cara mengetahui siapa pelanggan lembaga pendidikan tersebut, apa saja kebuthan para pelanggan, dan mencari tahu bagaimana cara memenuhi/memuaskan kebutuhannya.
c)      Sistem Layanan (service system)
Prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan sumber daya manusia yang ada. Sistem ini harus layanan yang efektif adalah kemudahan untuk memberikan layanan dengan sistem yang hampir tidak kelihatan oleh pelanggan.
2.      Pendekatan Total Quality Service (TQS)
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgTotal quality service atau layanan mutu terpadu adalah suatu keadaan ketika sebuah lembaga pendidikan memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan bermutu kepada para pelanggan maupun pemilik lembaga pendidikan (pemerintah atau yayasan) san pegawainya. TQS ini memiliki 5 elemen yang saling terkait satu sama lain, yaitu :
a)      Riset Pasar dan Pelanggan (market and customer research)
Riset pasar adalah kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar tempat lembaga pendidikan berada yang meliputi identifikasi segmen pasar, analisis demografis, dan analisis kekuatan yang ada di dalam pasar itu sendiri.
b)      Perumusan Strategi (strategy formulation)
Suatu proses perancangan strategi untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih pelanggan baru.
c)      Pendidikan, Pelatihan, dan Komunikasi (education, traning and communication)
Pendidikan dan pelatihan sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan mutu layanan (pengetahuan dan kemampuan) sumber daya manusia agar mereka mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Adapun komunikasi berperan dalam mendistribusikan informasi kepada setiap individu yang terlibat dalam lembaga pendidikan.
d)     Penyempurnaan Proses (process improvement)
Penyempurnaan proses merupakan berbagai usaha di setiap hierarki manajemen pendidikan untuk secara berkesinambungan menyempurnakan proses pemberi layanan dan secara aktif memberikan cara baru dalam memperbaiki layanan.
e)      Penilaian, Pengukuran, dan Umpan balik (assessment, measurement, and feedback)
Penilaian, pengukuran, dan umpan balik berperan dalam menginformasikan kepada penyaji jasa pendidikan seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan pelanggannya. Hasil penilaian kinerja dan umpan balik dapat dijadikan dasar untuk memberikan balas jasa kepada merka, serta memberikan isyarat kepada lembaga pendidikan tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan diperbaiki, dan bagaimana cara memperbaikinya.
Description: http://ichwanfile.files.wordpress.com/2010/11/totalqualityservice28tqs29.jpg?w=484&h=178
Sumber: Karl Albrecht & Ron Zemke (1990)
Total Quality Service (TQS)

8.     Kesenjangan  dan Upaya-upaya Perbaikan dalam Layanan Lembaga Pendidikan
Kesenjangan yang terjadi pada lembaga pendidikan, yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Ada 5 kesenjangan yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan layanan yang bermutu kepada pelanggannya.
1)      Kesenjangan 1: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen lembaga pendidikan. Kesenjangan tersebut terbentuk akibat pihak manajemen lembaga pendidikan salah memahami apa yang menjadi harapan pelanggan lembaga pendidikan.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg2)      Kesenjangan 2: Kesenjangan antara persepsi pihak manajemen lembaga pendidikan atas harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas layanan. Kesenjangan tersebut terjadi akibat kesalahan dalam menerjemahkan persepsi pihak ke dalam bentuk tolak ukur kualitas layanan.
3)      Kesenjangan 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dan pemberian layanan kepada pelanggan. Kesenjangan tersebut lebih di akibatkan oleh ketidakmampuan sumber daya manusia lembaga pendidikan untuk memenuhi standar mutu layanan yang ditetapkan.
4)      Kesenjangan 4: Kesenjangan antara pemberian layanan kepada pelanggan dan komunikasi eksternal lembaga pendidikan. Kesenjangan ini tercipta karena lembaga pendidikan tidak mampu memenuhi janjinya yang dikomunikasikan secara eksternal melalui berbagai bentuk promosi.
5)      Kesenjangan 5: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan layanan yang diterima. Kesenjangan tersebut  sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan para pelanggan.
Menurut Zeithhaml ada beberapa cara untuk menghilangkan kesenjangan tersebut antara lain:
1)      Menghilangkan kesenjangan 1: memberikan kesempatan kepada para pelanggan untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka kepada lembaga pendidikan, mencari tahu keinginan dan harapan para pelanggan lembaga pendidikan sejenis, melakukan penelitian yang mendalam tentang pelanggan, membentuk panel pelanggan, melakukan studi komperhensif tentang harapan pelanggan, memperbaiki kualitas komunikasi antarsumber daya manusia dalam lembaga pendidikan, serta mengurangi birokrasi lembaga pendidikan.
2)      Menghilangkan kesenjangan 2: memperbaiki kualitas kepemimpinan lembaga pendidikan, mempertinggi komitmen sumber daya manusia terhadap mutu layanan, mendorong sumber daya manusia lebih inovatif dan responsive terhadap ide-ide baru, serta standarisasi pekerjaan yang ingin dicapai secara efektif.
3)      Menghilangkan kesenjangan 3: memperjelas uraian pekerjaan, meningkatkan kesesuain antara sumber daya manusia, teknologi dan pekerjaan, megukur kinerja dan balas jasa sesuai dengan kinerja, membangun kerja sama antara sumber daya manusia, serta memperlakukan pelanggan seperti bagian dari keluarga besar lembaga pendidikan.
4)      Menghilangkan kesenjangan 4: memperlancar arus komunikasi antara unit dalam organisasi lembaga pendidikan, memberikan pelayanan yang konsisten, memberikan perhatian yang lebih besar pada aspek vital mutu layanan, menjada agar pesan yang disampaikan secara eksternal tidak membentuk harapan para pelanggan yang melebihi kemampuan lembaga pendidikan serta mendorong para pelanggan untuk menjadi pelanggan yang lebih baik dan loyal.[16]

9.      Strategi Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan.

1. Fokus pada Pengguna Jasa Pendidikan (Pelanggan)
Kepuasan pengguna jasa pendidikan merupakan factor yang sangat penting dalam TQM. Oleh sebab itu, identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan aspek yang krusial. Adapun langkah pertama TQM adalah memandang siswa/mahasiswa sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.
2. Kepemimpinan
Kesadaran akan kualitas dalam lembaga pendidikan tergantung kepada faktor intangibles, terutama sikap manajemen tingkat atas (pimpinan lembaga pendidikan dasar menengah, kepala sekolah, dan pemimpin perguruan tinggi/rektorat) terhadap kualitas jasa pendidikan. Pencapaian tingkat kualitas bukan hasil penerapan jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM yang mensyaratkan kepemimpinan yang kontinyu.[17] Dewan sekolah, pengawas dan administrator berperan dalam memfokuskan dan memberi arahan pada wilayah dan sekolah. Merekalah yang memiliki visi masa depan, dan  mereka jugalah yang berkemampuan mengajak para guru dan staf untuk mau menerima visi itu sebagai miliknya. Ini mengacu pada tanggung jawab bersam. Para guru dan staf memiliki komitmen untuk mewujudkan visi tersebut.[18] Pemimpin perlu memiliki karakteristik pribadi yang mencakup dorongan, motivasi untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, inisiatif, krativitas/originalitas, adaptabilitas/fleksibikitas, kemampuan kognitif, serta pengetahuan dan charisma. Kualitas manajerial pimpinan harus dapat memberikan inspirasi pada semua jajaran manajemen agar mampu memperagakan kualitas kepemimpinan yang sama, yang diperlukan untuk mengembangkan budaya TQM. Oleh sebab itu, keterlibatan langsung pemimpin lembaga pendidikan sangat penting.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg3. Perbaikan yang Berkesinambungan
Perbaikan yang berkesenimbangunan berkaitan dengan komitmen (continuous quality improvement atau CQI) dan proses (continuous process improvement). Komitmen terhadap kualitas dimulai dengan pernyatann dedikasi pada misi dan visi bersama, serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara inkremental mewujudkan visi tersebut (Lewis dan Simth, 1994). Perbaikan yang berkesinambungan tergantung kepada dua unsur. Pertama, mempelajari proses, alat, dan ketrampilan yang tepat. Kedua, menerapkan ketrampilan baru pada small achieveable projects. Upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan dalam lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan sistem terbuka atas fungsi inti lembaga pendidikan, student learning. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menjamin kualitas lembaga pendidikan, yaitu (1) Pendekatan akreditas, (2) Pendekatan outcome assessment, dan (3) Pendekatan sistem terbuka (Lewish & Smith, 1994).[19]
Description: http://ichwanfile.files.wordpress.com/2010/11/penyempurnaankualitasberkesinambungandalamlembagapendidikan.jpg?w=361&h=397
Penyempurnaan kualitas berkesinambungan dalam lembaga pendidikan
Perbaikan berkelanjutan merupakan hal penting untuk setiap organisasi mutu. Perbaikan tersebut hanya dapat dicapai bila setiap orang disekolah atau wilayah bekerja bersama-sama dan:
* Menerapkan roda mutu pada setiap aspek kerja
* Memahami manfaat jangka panjang pendekatan biaya mutu
* Mendorong semua perbaikan baik besar maupun kecil
* Mefokuskan pada upaya pencegahan dan bukab penyelesaian masalah[20]
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg4. Manajemen SDM
Selain merupkan aset organisasi yang paling vital, sumber daya manusia merupakan pelanggan internal yang menetukan kualitas akhir sebuah jasa dan lembaganya. Oleh sebab itu, sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kesiapan, kesediaan, dan kompetensi sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan untuk merealisasikannya secara sungguh-sungguh.
5. Manajemen Berdasarkan Fakta
Pengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta yang nyata tentang kualitas yang didapatkan dari berbagai sumber di seluruh jajaran organisasi. Jadi, tidak semata-mata atas dasar intuisi, praduga, atau organizational politics. Berbagai alat telah dirancang dan dikembangkan untuk mendukung pengumpulan dan analisi data, serta pengambilan keputusan berdasarkan fakta.[21]
E. Manajement Berbasis Sekolah
1. Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut juga dengan otonomi sekolah (school autonomy) atau site-based management (Beck & Murphy, 1996). Sejalan dengan belakunya otonomi daerah dalam dunia pendidikan, MBS atau school-based management (SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam manajemen sekolah. Karena itu, pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada sekolah tersebut, atau sekolah diberikan kewenangan besar untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan.
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgDalam MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran, personel, dan kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat pusat, provinsi, atau bahkan juga kabupaten/ kota. Dengan pemberlakuan MBS diharapakan setidaknya dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:
1. Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih baik.
2. Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.
3. Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi tanggung jawab sekolah dan masyarakat.
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yakni:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah atau madrasah dalam mengelola dan membedayakan sumber daya yang tersedia;
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah atau madrasah kepada orang tua, pemerintah tentang mutu sekolah atau madrasah;
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar madrasah dan sekolah lain untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.
2. Prinsip – Prinsip Manajement Berbasis Kerja
Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan
Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg1. kekuasaan;
2. pengetahuan;
3. sistem informasi; dan
4. sistem penghargaan.

Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
1. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
2. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya
3. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:
1. Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review, bencmarking, SWOT,dll)
Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgSistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa.
3.      Proses Penerapan Manajement Berbasis Sekolah

Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan umpan baliknya.

Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.

Adapun proses penerapan MBS dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah sbb :
a.  Memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
b.  Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan.
c.  Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat.
d.  Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran
e.  Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang diperlukan.
f.   Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgMengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan, dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.
Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
MBS aan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar mengajar.
2. Kondisi social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternala yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah atau madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.
4. Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.[4]
Istilah Menejemen Berbasis Madrasah merupakan terjemahan dari ”School-based managemen”. Istilah itu pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBM merupakan paradikma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolan (pelibatan masyarakat dalam rangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya  sesuai dengan priyaritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksutkan agar mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi priyoritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBM, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggung jawabkan  pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg            MBM merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam menejemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kekelompok-kelompok yang terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum yang myakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi setempat, yang bertanggung jawab atas pelaksanan kebijakan dan yang terkena kebijakan-kebijakan tersebut.
            Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBM yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut.
1.    kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan Guru;
2.    bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal;
3.    efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tinkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah;
4.    adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, menejemen sekolah, rancangan ulangan sekolah dan perubahan perencanaan ( Fattah, 2000).
      Manajemen Berbasis Madrasah merupakan proses pengintegrasian, pengkoordinasian dan pemanfaatan dengan melibatkan secara menyeluruh elemen-elemen yang ada pada madrasah untuk mencapai tujuan (mutu pendidikan) yang diharapkan secara efisien. Atau dapat diartikan bahwa MBM adalah model manajemen yang memberikan otonomi (kewenangan) yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan yang partisipatif yaitu melibatkan semua warga madrasah berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan adanya otonomi (kewenangan) yang lebih besar diharapkan madrasah dapat menggunakan dan mengembangkan kewenangan secara mandiri dalam mengelola madrasah dan memilih strategi dalam meningkatkan mutu pendidikan serta dapat memilih pengembangan program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan madrasah.
Karakterisitk Manajemen Barbasis Sekolah tentunya tidak terlepas dari pendekatan Input, Proses, Output Pendidikan.
1.    Input Pendidikan
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (Kepala Madrasah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, dan bahan). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi madrasah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.[2][1]
Secara ringkas karakteristik MBM ditinjau dari segi input terdiri dari empat hal yaitu: 1) memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas, 2) tersedianya sumber daya yang kompetitif dan berdedikasi, 3) memiliki harapan prestasi yang tinggi, dan 4) komitmen pada pelanggan.[3][2]
2.    Proses Pendidikan
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut inputoutput. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat madrasah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya. secara ringkas karakteristik MBM ditinjau dari segi proses terdiri dari beberapa yaitu:
1) efekttivitas dalam proses belajar mengajar tinggi,
2) kepemimpinan yang kuat,
3) lingkungan madrasah yang nyaman,
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg4) pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif,
5) tim kerja yang kompak dan dinamis,
6) kemandirian, partisipatif dan keterbukaan (transparasi),
7) evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, dan
8) responsif, antisipatif, komunikatif dan akuntabilitas.[4][3] sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut Menurut Suyanto,
3.    Output yang diharapkan
Pada dasarnya output yang diharapkan merupakan tujuan utama dari penyelenggaraan pendidikan secara umum. Output pendidikan adalah merupakan kinerja madrasah. Kinerja madrasah adalah prestasi madrasah yang dihasilkan dari proses/perilaku madrasah. Kinerja madrasah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output madrasah, dapat dijelaskan bahwa output madrasah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi madrasah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam:
(1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan
(2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar madrasah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat madrasah dengan maksud agar madrasah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Pada sistem MBM madrasah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. MBM juga merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada madrasah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi untuk meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi langsung kepada kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan. Pengertian MBM sebagai suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu madrasah. Di samping itu untuk memberdayakan madrasah agar dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut.
Adapun tujuan dan maksud implementasi MBM adalah untuk:
a.    Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
b.    Memperoleh masukan agar konsep ini dapat diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman cultural, sosio ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografinya.
c.    Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat madrasah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
d.    Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/ pada madrasah masing-masing.
e.    Menggalang kesadaran masyarakat madrasah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
f.     Memotivasi timbulnya pemikira-pemikiran baru dalam mensukseskan pembanguan pendidikan dari individu dan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan khususnya masyarakat madrasah yang berada di gars paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
g.    Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan focus peningkatan mutu yang berkelanjutan pada tataran madrasah.
h.    Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun, 5 tahun dan seterusnya sehingga tercapai misi madrasah ke depan[5][4][
Selanjutnya tujuan MBM Menurut Bahtiar adalah:
a.    Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
b.    Meningkatkan kepedulian warga madrasah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgc.    Meningkatkan tanggung jawab madrasah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu madrasahnya; dan
d.    Meningkatkan kompetisi yang sehat antar madrasah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
            Dengan demikian dapat dipahami bahwa sudah jelas secara politis manajemen berbasis madrasah ekolah merupakan muara dari semua kebijakan di bidang pendidikan akan tergambar di madrasah, sebab sekolah merupakan jaringan terakhir dari rangkaian birokrasi pendidikan. MBM juga sebagai bentuk operasionalisasi dari kebijakan desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan otonomi daerah. Secara teoritis MBM juga merupakan suatu konsep yang menawarkan suatu otonomi kepada madrasah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara madrasah, masyarakat dan pemerintah. Secara operasional MBM merupakan gagasan yang menempatkan kewenangan pengelolaan madrasah dalam suatu keutuhan entitas sistem.
            Berdasarkan beberapa paparan tentang manajemen berbasis madrasah seperti diatas, dapat dimengerti bhwa mutiara dari semua kebiakan di bidang pendidikan akan tergambar disekolah, sebab madrasah merupakan jaringan tekir dari rangkaian birokrasi pendidikan. Maka, hidup atau matinya suatu program akan ditentukan oleh sejauh semana madrasah mampu mengelola dan melaksanakan semua program kependidikan. Oleh sebab itu, manajemen berbasis madrasah menjadi sangat strategis dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan. Dengan manajemen berbasis madrasah ini, kepala madrasah, guru dan peserta didik mendapatkan peluang untuk melakukan inovasi dan improvisasi di madrasah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manaerial dan lain-lain. Jadi, otonomi pendidikan merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kebebasan akademik. Dengan demikian, manajemen berbasis madrasah dikatakan sebagai bentuk oprasionalisasi desentralisasi atau otonomi pendidikan dalam hubungannya dengan otonomi daerah.
2.   Manfaat Manejemen Berbasis Madrasah
            MBM dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBM adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBM pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBM memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
            Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu, MBM dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBM adalah upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg            Melalui MBM dinyakini bahwa prestasi belajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang pada tingkat daerah. Para kepala sekolah cenderung lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperanserta merencanakan-nya. Pendekatan melalui MBM juga memiliki lebih semua banyak masalahnya ketimbang pengambilan keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi dan komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada gilirannya meningkatkan prestasi belajar murid. MBM bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.
            Penerapan MBM yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat yaitu:
a.    Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b.    Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
c.    Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
d.    Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e.    Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
f.     Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di level.
H.  Konsep Dasar Persekolahan
1.Konsep Dasar Sekolah

Dalam eksistensi dunia pendidikan di Indonesia, kita mengenal istilah sekolah dan madrasah. Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003, istilah sekolah dan madrasah juga tercantum didalamnya.

Secara lughawi, madrasah merupakan isim makan dari darasa yang berati tempat untuk belajar. Istilah madrasah di Indonesia dalam penggunaannya telah menyatu dengan istilah sekolah. Dalam prakteknya, madrasah sering digunakan untuk menyebut sekolah yang berada di bawah binaan Kementerian Agama, sedangkan sekolah digunakan dalam konteks sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpg
Secara historis, madrasah sudah ada sejak awal perkembangan Islam di Indonesia. Madrasah itu tumbuh dan berkembang dari bawah (masyarakat/umat) yang didasari oleh keinginan dan tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat. Oleh karena itu dalam realisasinya madrasah pada waktu itu lebih menekankan pada pendalaman ilmu-ilmu keislaman.

Menurut Abudinnata (2010: 296) madrasah merupakan bentuk pelaksanaan pendidikan Islam secara lebih terlembagakan secara khusus, terencana dan sistematis, serta terdapat di seluruh negeri di dunia Islam. Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang telah memainkan peranan yang besar bagi kemajuan Islam khususnya, dan bagi kemajuan negara pada umumnya.

Selanjutnya Abudinnata (2010: 295-297) juga menyatakan bahwa kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya mempunyai empat latar belakang, yaitu :

1) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam ;
2) usaha penyempurnaan terhadap sistem pesatren kearah suatu sistem pendidikan yang lebih  memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatang yang sama dengan sekolah umum ;
3) adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka ; dan
4) sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi. Kehadiran madrasah memperlihatkan besarnya peran dan tanggung jawab pemerintah dan umat Islam terhadap kemajuan dan kejayaan umat Islam.

Peran dan tanggung jawab umat Islam ini antara lain sebagai respons terhadap sikap pemerintah kolonial yang pada umumnya tidak suka terhadap kemajuan pendidikan Islam, khususnya pendidikan agama.

Sedangkan kalau kita berbicara tentang sekolah, maka sekolah itu sendiri dipandang sebagai sebuah sistem sosial yang sangat kompleks (Holmes & Wynne, 1989 : 146). Sebagai sebuah sistem, sekolah memiliki berbagai elemen yang satu sama lain saling berkaitan sesuai dengan fungsinya.

Hal ini sesuai dengan definisi sistem sebagaimana dikemukakan Ryans (Depdikbud, 1983 : 63-64) yang mengartikan sistem sebagai : “ any identifiable assemblage of elements (objects, persons, activities, information record, etc.) which are interrelated by process or structure and which are presumed to function as an organizational entity to generating an observable (or sometimes merely inferable).”

Dari definisi tersebut dapat ditarik pengertian bahwa di dalam suatu sistem mengandung ; elemen-elemen yang ada dan dapat dikenali, elemen-elemen itu saling berkaitan dan kaitan ini adalah kaitan yang teratur, mekanisme saling berhubungan antar elemen itu merupakan suatu kesatuan organisasi, kesatuan organisasi itu berfungsi dalam mencapai suatu tujuan, berfungsinya organisasi itu membuahkan hasil yang dapat diamati atau setidak-tidaknya dapat dikenali adanya.

Elemen-elemen utama dalam suatu sekolah adalah orang-orang yang terlibat di dalam sekolah itu sendiri. Holmes & Wynne (1989 : 78) bahkan menyebut sekolah adalah seputar dunia orang-orang. Orang-orang yang dimaksud disini adalah siswa, guru, orang tua siswa, administrator dan karyawan. Masing-masing orang memiliki tugas dan fungsi tersendiri namun saling keterkaitan. Jika masing-masing elemen manusia yang terlibat dalam sekolah tersebut mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, maka sekolah efektif akan dapat diwujudkan.

Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgSekolah itu sendiri menurut Holmes & Wynne (1989 : 10) memiliki empat fungsi utama, yaitu ; pertama, fungsi distribusi sosial. Dalam hal ini sekolah adalahsebuah institusi yang akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat melalui penyebaran lulusannya. Ada yang bekerja, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, atau bahkan yang menganggur.

Kuantitas dan kualitas lulusan suatu sekolah secara langsung akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat ; kedua, fungsi pengenalan dasar disiplin ilmu pengetahuan. Sekolah merupakan institusi yang akan memberikan pengenalan tentang dasar-dasar disiplin ilmu pengetahuan kepada para siswanya sebagai bekal untuk dikembangkan pada masa yang akan datang sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing; ketiga fungsi pembekalan keahlian dasar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga keahlian ini merupakan keahlian paling mendasar dalam kehidupan manusia. Di sekolah, keahlian ini diberikan sejak sekolah dasar ; dan keempat, fungsi pembekalan penjagaan. Di sekolah setiap siswa dibiasakan dengan pola kehidupan teratur, pembinaan dan pengawasan sebagai bekal agar mampu menjaga diri pada kehidupan selanjutnya. Keempat fungsi utama sekolah itu diwujudkan dalam enam wilayah fungsi pendidikan (Holmes & Wynne, 1989 : 20), yaitu ;

Pertama, fungsi intelektual (intellectual functions). Fungsi ini merupakan fungsi utama pendidikan, dan sekolah dituntut untuk memberikan keahlian dasar dan disiplin ilmu pengetahuan kepada para siswanya ;

Kedua, fungsi moral/spiritual (moral/spiritual functions). Fungsi ini meliputi pengembangan karakter, tanggung jawab, nilai, sikap dan keyakinan spiritual keagamaan ;

Ketiga, fungsi budaya dan estetika (cultural and aesthetic functions). Fungsi ini mencakup pengenalan lingkungan adat suatu daerah yang membedakan dengan budaya daerah lainnya ;

Keempat, fungsi sosial (social functions). Fungsi ini merujuk kepada pengembangan kapasitas individu untuk mampu bekerja dan hidup dengan orang lain dalam satu kelompok kehidupan ;

Kelima, fungsi fisik/biologis/psikis (physical/biological/physiological functions). Fungsi ini berhubungan dengan pemenuhan dan pengembangan kebutuhan fisik, biologis, dan kejiwaan individu ; dan

Keenam, fungsi kejuruan (vocational functions). Fungsi ini berkaitan dengan pemberian keahlian atau pelatihan tertentu pada lapangan pekerjaan tertentu. Keempat fungsi utama sekolah yang diselaraskan dengan enam wilayah fungsi pendidikan tersebut kemudian dimanifestasikan oleh sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah.

Sementara itu Nanang Fattah (2003 : 1-2) memandang sekolah sebagai sebuah institusi (lembaga) pendidikan yang memiliki sistem yang kompleks dan dinamis dan merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan. Dalam kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan. Oleh karena itu sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan.

Lebih dari itu lanjutnya, kegiatan inti organisasi sekolah adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serta pada gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa.

Selanjutnya sekolah juga dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu dikelola, dimenej, diatur, ditata, dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal.

Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgBeberapa pandangan tentang sekolah di atas menunjukkan bahwa sekolah memang bukanlah sesuatu yang sederhana, bukan hanya terbatas pada sebuah gedung tempat terjadinya proses pembelajaran, melainkan merupakan bagian dari suatu ruang atau tatanan kehidupan manusia yang sangat kompleks. Sementara itu dalam kenyataannya, eksistensi sekolah dalam suatu masyarakat memiliki fungsi dan peran yang sangat penting bagi kualitas kehidupan masyarakat dimana sekolah itu berada, dan secara lebih luasnya kualitas kehidupan bangsa dan negara. Sekolah yang berkualitas tentu akan menghasilkan lulusan yang berkualitas pula, dan lulusan yang berkualitas tentu akan mampu juga membangun masyarakat yang berkualitas.

Dan hal itulah yang tentunya menjadi harapan dan impian seluruh lapisan
masyarakat terhadap kiprah dan eksistensi sekolah.

Pendidikan yang diyakini sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia ini, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, serta merubah perilaku, serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan sebagai suatu sistem yang didalamnya mengandung elemen-elemen yang beraneka ragam dan saling berkaitan serta kegiatan-kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan tidaklah statis melainkan akan selalu berubah seiring dengan perubahan dan perkembangan jaman.

Itulah sebabnya, pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat. Dan ketika kita berbicara tentang perbaikan dan peningkatan pendidikan, maka sekolah sebagai sentral dan wadah pendidikan adalah salah satu elemen penting yang harus mendapatkan perhatian secara lebih serius dan bersungguh-sungguh.

Dalam hal ini, sekolah sebagai institusi (lembaga) pendidikan yang merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah adalah tempat yang bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan. Oleh karena itu, sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan.

Lebih dari itu, kegiatan inti organisasi sekolah adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serta pada gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa. Selanjutnya sekolah juga dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi pendidikan perlu dikelola, dimenej, diatur, ditata, dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal. (Nanang Fattah, 2003 : 1-2).














Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgKesimpulan

Manajemen adalah suatu usaha, merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkordinir serta mengawasi kegiatan dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Sedangkan Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Jadi bias disimpulkan bahwa manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses dengan menggunakan  berbagai sumber daya untuk melakukan bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

Dasar manajemen pendidikan Islam ada dalam beberapa ayat Al-Qur’an seperti dalam surat At-Taubah ayat 122, dan dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Selain itu, dalam Negara Indonesia juga mengatur tentang manajemen pendidikan, yakni UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan dalam Pasal 30 ayat 1 dan 2.

Tujuan manajemen pendidikan Islam adalah agar segenap sumber, peralatan ataupun sarana yang ada dalam suatu organisasi tersebut dapat digerakkan sedemikian rupa sehingga dapat menghindarkan sampai tingkat seminimal mungkin segenap pemborosan waktu, tenaga, materil, dan uang guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Ruang lingkup praktik manajemen pendidikan Islam meliputi manajemen kelembagaan dan program pendidikan Islam serta aspek spirit Islam melekat pada setiap aktivitas pendidikan. Sedangkan mengenai prinsip manajemen pendidikan Islam setidaknya ada 14, diantaranya; pembagian kerja, kejelasan dalam wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan komando, kesatuan arah, lebih memprioritaskan kepentingan umum/organisasi daripada kepentingan pribadi, pemberian kontra prestasi, sentralisasi, rantai skalar, tertib, pemerataan, stabilitas dalam menjabat, inisiatif, dan semangat kelompok.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Banyak sekali para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam telah bisa melaksanakan tugasnya dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di atas, terhindar dari semua ungkupan sumir yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam dikelola dengan manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka tidak akan ada lagi lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan Zaman, tidak teroganisir dengan rapi, dan tidak memiliki sisten kontrol yang
Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan MMT Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa,  yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha)
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgPeningkatan kualitas merupakan salah satu prasyarat agar kita dapat memasuki era globlalisasi yang penuh dengan persaingan. Untuk itu peningkatan kualitas layanan merupakan salah satu cara dalam meningkatkan mutu pendidikan agar dapat survive dalam era global. Secara langsung peningkatan kinerja suatu lembaga pendidikan akan berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan konsumen/pelanggan eksternal ataupun internal.
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri.  Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan Pemerataan Pendidikan.
Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.
Berdasarkan dari uraian dari lembar pertama dan terakhir, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa konsep pendidikan yang berpola Manajemen Berbasis  Madrasah adalah konsep yang menggali potensi yang ada di masyarakat dan lingkungan pendidikan.

MBM merupakan salah satu uapaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam hal penguasaan ilmu dan teknologi. Dan tujuan utama MBM ( manajeman berbasis madrasah ) adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Dalam berimplementasi MBM/MBS menuntut dukungan  tenaga  kerja professional,  trampil, dan berkualitas  agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang produktif. Khususnya kepala sekolah, guru, calon guru dan dewan sekolah/madrasah serta tokoh masyarakat yang bertanggung jawab  dan terlibat secara langsung dalam pelaksanaan pendidikan di Madarasah.







Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgDaftar Pustaka
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002.
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT Remaja Rusda karya; Bandung 2004.
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 2
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT remaja rusda karya; 2004. Hal 18
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 6
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 7
Ali, M. Natsir,  Dasar-dasar Ilmu Mendidik, Jakarta: Mutiara, 1997.

Arifin, Muzayin,  filsafat Pendidikan Islam, Cet. 1, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Fatah, Nanang , Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008..
           
            Manaf, H. Sofwan, Pola Manajemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren, Jakarta, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag RI.,  2001.

Marribah, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. 5; Jakarta : Bumi aksara, 1997.
           
            Martoyo, Susilo, Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan, Yogyakarta : BPFE, 1988.
           
             Muhaimin, dkk, Manajemen Pendidikan Islam “Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, cet. 2; Jakarta ; Kencana, 2010.

Qomar , Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2008.
           
            Soetomo, Hendiat., Sumanto, Wasti, Pengantar Operasional Administrasi Sekolah, Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: elKAF, 2006.
            Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. Ke-4 : Bandung;Remaja Rosda Karya, 2001.

            Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek. Cet 1; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Cet. 3;  Jakarta:Ghalia Indonesia, 1987.
Description: http://lh5.ggpht.com/-ZloLDVeyARQ/U26HkcXJt8I/AAAAAAAAABc/gQlljQdptYQ/s288/masjid%252520terindah%2525206.jpgRamayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masaagung, Jakarta, 1990
Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003.
Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.
George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007
UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Ismanto, Manajemen Syari’ah Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Siswanto, Pengantar Manajemen. (Jakarta: PT. Bumi Aksara Sallis, 2007).
Edward, Total Quality Management in Education. (Jogjakarta: Ircisod, 2011).
Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
George Terry, Dasar-Dasar Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa. (Yogyakarta: Andi. 2000).
Vincent Gaspersz, Total Quality Management. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005).
Mulyasa E, Manajemen Berbasis Madrasah,  (PT Remaja Rosdakarya., Bandung, 2004).
      BPPN dan Bank Dunia, School Based Manajemen, Jakarta 1999.
      Suyanto, Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah, (Wonosobo: Makalah SMK 2 Wonosobo,             2008
       Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2008).